Tak lama lagi, Ramadan akan dijelang dan kemudian disusul dengan hari kemenangan Idul Fitri. Masalah klasik kembali membayang, yakni kemacetan dan kesemrautan. Sejak satu dekade belakangan menjadi sesuatu yang sangat mengganggu bagi masyarakat. Kemacetan itu terutama terjadi pada ruas jalan Padang-Padang Panjang-Bukittinggi dan Payakumbuh. Berikutnya ruas jalan Padang-Solok. Kemacetan terparah terjadi di Kota Bukittinggi.
Keindahan Hari Raya Idul Fitri tercederai oleh kesemrawutan dan kemacetan lalulintas tersebut. Orang yang ingin bersilaturahmi dengan sanak famili, teman dan relasi bisnis atau juga ingin berwisata di kampung halaman sambil pulang kampung berhari raya, perjalanannya jadi tersendat-sendat.
Baca Juga : SKB 3 Menteri Terkait Pemakaian Seragam siswa Perlu Ditinjau Ulang
Bahkan saking parahnya kemacetan dan kesemrawutan lalulintas saat Hari Raya Idul Fitri, jalur Padang-Bukittinggi yang biasa ditempuh dengan waktu 2,5 s/d 3 jam, bisa menghabiskan waktu hingga 8-10 jam atau bahkan lebih. Payakumbuh-Bukittinggi yang jaraknya hanya 30 km dan biasanya ditempuh dengan waktu 30-45 menit, bisa menyedot waktu 3-6 jam.
Melalui rekayasa, sebenarnya ada jalan keluar. Contohnya, mengefektifkan lagi jalan kampung mulai dari Pasar Koto Baru (Tanah Datar) melewati Sungai Puar-Kubang Putih-Pasar Lasi dan keluar di Simpang Candung, Baso, diaktifkan secara resmi dan kendaraan pribadi atau umum beroda empat. Pengaktifan jalur ini akan banyak membantu upaya meminimalisir kemacetan di jalur utama Padang Panjang – Bukittinggi
Baca Juga : Jangan Ikuti! Iblis Penebar Hoaks Pertama
Meskipun rencana silaturahmi Idul Fitri terganggu, bahkan bisa batal, namun mau tak mau orang yang terjebak macet terpaksa bersabar. Jika ingin terbebas dari macet, terpaksa berangkat mulai subuh, karena biasanya jalanan masih lengang. Atau kalau tetap ingin melawati jalan raya siang hari, terpaksa orang yang biasa berpergian dengan mobil, mengganti tunggangannya dengan sepeda motor. Dengan begitu dijamin perjalanan lebih cepat dan relatif lebih mudah menghindar dari kemacetan.
Kemacetan dan kesemrawutan yang sangat parah itu sangat merugikan masyarakat. Di satu sisi, masyarakat rugi waktu dan di sisi lain rugi biaya. Tentu akan lebih banyak bahan bakar yang tersedot saat macet. Biayanya jelas akan membengkak. Kemacetan juga menimbulkan biaya tinggi pada barang kebutuhan pokok dan lainnya yang pada hari raya tersebut masih menggunakan sarana transportasi.
Baca Juga : Surau Inyiak Djambek, Warisan Gerakan Pembaruan Pemikiran Islam
Pemprov Sumbar bersama dengan pemerintah daerah yang daerahnya rutin dilanda kemacetan saat Hari Raya Idul Fitri berupaya agar setiap tahun penguraian kemacetan terus meningkat. Bersama jajaran terkait, upaya rekayasa dilakukan. Tapi tetap saja, kemacetan tak terhindari.
Sementara, upaya lain dengan mengaktifkan jalur Sicincin-Malalak-Agam juga belum optimal karena banyak fasilitas yang belum aktif, seperti penerangan jalan. Belum lagi persoalan ancaman longsor.
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
Selain jalur ini, beberapa ruas jalan kabupaten juga akan beralih status menjadi jalan provinsi. Artinya, akan ada penambahan beban untuk menjaga kondisi jalan bagi provinsi. Dengan kemampuan anggaran yang terbatas, rehab jalan yang dialihkan pengelolaannya itu mencapai 450 Km lebih harus diefektifkan. Pengerjaan lebih awal dan menghindari SKS (Sistem Kebut Sebulan) bisa menghasilkan produk yang lebih baik juga tentunya. (*)