JAKARTA, HALUAN — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie mengatakan pemerintah daerah dan atau masyarakat di daerah dapat mengajukan gugatan apabila peraturan daerahnya dibatalkan oleh pemerintah pusat.
“Jadi bagi yang tidak puas dengan pembatalan itu bisa mengajukan ke PTUN, karena keputusan pembatalan perda adalah produk keputusan administrasi, jadi bisa diajukan ke PTUN,” kata Jimly di acara diskusi “Menyoroti Pembatalan Perda oleh Kemendagri” di Kantor Majelis Ulama Indonesia, Jakarta, Selasa.
Baca Juga : TNI AL Sebut Kemungkinan CVR Pesawat Sriwijaya Air SJ182 Tertancap di Lumpur
Jimly mengatakan para penggugat dapat mengajukan banding untuk membuktikan perda mereka tidak bertentangan dengan undang-undang yang levelnya ada di tingkat atas. Jika dapat dibuktikan maka Majelis Hakim PTUN dapat membatalkan pencabutan yang dilakukan Kementerian Dalam Negeri.
“Itu jalan keluarnya tapi harus dibuktikan bahwa tidak bertentangan,” kata Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) ini.
Baca Juga : Ternyata Ini Rahasia Suku Badui Nol Kasus Covid-19
Menurut Jimly, cara pandang pembatalan perda sebaiknya jangan lagi menggunakan logika investasi. Investasi bukanlah konstitusi artinya tidak ada keterkaitan yang sejajar di antara keduanya. Logika yang harus dibangun tentang pembatalan perda adalah soal regulasi daerah yang melanggar peraturan yang ada di level atasnya.
Jika alasannya investasi, kata dia, seolah-olah negara mengabdi kepada investasi bahkan kepada para pemodal. Istilah pembatalan perda karena alasan investasi merupakan peristilahan yang keliru.
Baca Juga : Duh, Kepala BNPB Doni Monardo Umumkan Dirinya Positif COVID-19
Indonesia, lanjut Jimly, adalah negara hukum bukan negara investasi. Investasi hanyalah salah salah satu unsur membangun negara. Dengan kata lain, terdapat sektor lain yang perlu diperhatikan seperti kebebasan, keadilan dan persatuan dalam rangka pengabdian masyarakat kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Tak Asal Coret
Baca Juga : Kemenkes Akui Vaksinasi Tahap I Belum Optimal Menangkal Covid-19
Sementara itu, Mendagri Tjahjo Kumolo menjelaskan soal kebijakan pembatalan perda saat rapat Komisi II DPR. Tjahjo menegaskan bahwa pemerintah daerah sudah diajak berkomunikasi sebelum ada pembatalan perda.
“Ada pemikiran, bagaimana sebuah negara dalam peningkatan sebuah kesejahteraan rakyat, kalau setiap pengambilan kebijakan dilingkupi oleh 24 ribu aturan perundang-undangan dan 30 ribu lebih perda, itu harus kita sikapi,” kata Tjahjo.
Hal itu disampaikan saat rapat Komisi II di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (23/6/2016). Rapat sebenarnya membahas soal anggaran, namun beberapa anggota bertanya tentang pembatalan perda.
“Kebijakan Pak Jokowi untuk menyeleksi UU, Perpres, Kepres, Permen, Perda, kami tidak asal mencoret. Kita kumpulkan biro pemerintahan se-Indonesia, kita undang sekjen, biro hukum se-Indonesia,” ujarnya.
Tjahjo mengatakan bahwa ada 6 jenis perda yang langsung bisa dibatalkan. Enam itu adalah yang terkait RAPBD, RT/RW, pajak daerah, retribusi, RPJMD, dan RPJPD.
“Selain itu bebas perda-perda dibuat oleh kepala daerah. Selain itu ada pula 624 perda yang membatalkannya bukan saya, tapi gubernur,” ucap Tjahjo.
Kemendagri sudah mempublikasikan daftar 3.143 perda yang dibatalkan per daerah. Daftar itu juga diserahkan ke anggota Komisi II.
Namun, Wakil Ketua Komisi II Almuzzammil Yusuf masih mempermasalahkan daftar itu. Menurutnya, seharusnya alasan pembatalan tiap Perda juga ikut dipublikasikan.
“Pemerintah sudah berikan sekian banyak perda yang dibatalkan tapi tidaj diberi kolom alasannya. Kita minta evaluasi lengkap sehingga kita tahu betul kenapa perda itu dibatalkan,” ungkap Almuzzammil.(h/ans/dtc)