Hujan lebat disertai angin kencang yang mengguyur Kota Padang beberapa waktu lalu, mulai dari sejak kamis sore, 16 Juni hingga jumat, 17 Juni 2016 telah menyebabkan ribuan rumah terendam banjir dan longsor di beberapa titik.
Tercatat ada 10 kecamatan di Kota Padang yang terendam oleh banjir, yakni kecamatan koto tangah, Nanggalo, Kuranji, Bungus, Teluk Kabung, Lubuk Begalung, Lubuk Kilangan, Padang Selatan, Padang Timur, dan Padang Utara. Selain bencana banjir, bencana tanah longsor juga terjadi di jalan yang menghubungkan Padang-Painan di kilometer 18.
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
Kepala badan penanggulangan bencana daerah (BPBD) Sumatera Barat, Zulfiatno, mengatakan banjir merata terjadi di Kota Padang. Ketinggian genangan air di taksir 1,2 meter. Selain itu cuaca ekstrem juga melanda beberapa wilayah di Sumatera Barat, seperti Kabupaten Padang Pariaman dan bagian pesisir.
Menurut kepala seksi observasi BMKG stasiun Meterologi Minangkabau, intensitas hujan mencapai 167 milimeter dalam 3 jam (Tempo, Kamis 16 Juni 2016) . Tingginya curah hujan juga telah menyebabkan 7 penerbangan menuju Bandara Internasional Minangkabau (BIM) dialihkan ke bandara Kuala Namu, Medan dan bandara Sultan Syarif Kasim II, Pekanbaru.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (4): Selamat Tinggal Tahun Kelam
Setiap turun hujan disertai angin badai, hampir bisa di pastikan kota padang akan selalu di genangi oleh air yang tak di undang (banjir). Berbagai ulasan pun telah mengemuka ke ruang publik mencoba memberi analisa mengenai penyebab bencana tersebut.
Virtous Setyaka (baca: mas vi) dalam tulisannya yang berjudul ‘’Penanggulangan Banjir di Kota Padang’’ (Padek,18 Juni 2016) menjelaskan penyebab utama banjir di kota Padang adalah sistem drainase yang kurang baik. Pernyataan Mas vi ini di kuatkan melalui riset awal yang beliau lakukan melalui media sosial Blackberry Massanger pada hari Sabtu tanggal 28 Mei 2016.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (2): Kita Sungguh Perlu Bersatu
Mundur kebelakang, alasan sistem drainase yang kurang baik juga pernah dikemukan oleh Mohammad Isa Gautama (baca: Bang MIG) dalam tulisan beliau pada kolom komentar koran Singgalang yang bertajuk ‘’Nasib Drainase Kita’’ (Singgalang, 17/10/2015). Dalam tulisannya, bang MIG sempat melakukan survey kondisi drainase di beberapa sudut kota Padang. Terbukti, nyaris tak satu pun sistem drainase yang dalam keadaan layak dan siap untuk menampung air hujan atau air pasang.
Dalam tulisanya di media massa tersebut, kedua penulis ini juga memberikan sebuah win win solution penanggulangan banjir di kota Padang. Mas vi melalui tulisanya menekankan perlunya pemetaan secara tuntas penyebab banjir dan kemudian melalui pemetaan tersebut juga di rancang sistem penanggulangan banjir dalam jangka pendek, menengah, dan panjang (Padek,18 Juni 2016).
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun(1) : Ekonomi Menyedihkan
Selanjutnya, bang MIG dalam tulisannya yang bertajuk ‘’Banjir, Wako, Kita’’ (Haluan, Jumat, 1 April 2016) juga hampir berpendapat yang sama. Pemko harus memetakan daerah mana yang paling rawan, kemudian fokuskan perbaikannya di situ yang meliputi pembenahan, pelebaran serta pengerukan drainase sampai ke pelosok-pelosok, terutama daerah yang ketinggian tanahnya sangat rendah. Selain itu, bang MIG juga menyarankan untuk mengajak para ahli tata kota dan perencanaan wilayah serta Lembaga Swadaya Masyarakat yang terbukti selama ini sangat concern terhadap ancaman bahaya banjir di kota Padang.
Melalui tulisan ini, saya mencoba memberikan pandangan saya untuk turut serta meramaikan diskusi publik tersebut dan sekaligus membantu memberikan win win solution dalam mengatasi permasalahan bencana banjir yang terjadi di kota Padang.
Penggunaan Teknologi
Banjir yang terjadi pada setiap musim hujan sudah menjadi peristiwa yang rutin terjadi di Kota Padang. Menurut hemat saya, bukan hanya permasalahan sistem drainase saja sebagai penyabab utama banjir di kota Padang. Kebersihan selokan sebagai tempat lalu lalang air dan berkurangnya atau menghilangnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan air karena di sulap menjadi kompleks perumahan mewah dan pusat-pusat perbelanjaan/pertokoan juga turut berkontribusi memperburuk banjir yang terjadi di kota Padang.
Permasalahan banjir merupakan permasalahan yang harus segera ditangani dan di perlukan suatu upaya penanggulangan secepatnya. Hal ini dilakukan agar banjir di Kota Padang menemukan solusi yang tepat sehingga tidak terulang di kemudian hari. Mengingat kota Padang merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan provinsi Sumatera Barat yang sekaligus merupakan ikon Ranah Minang. Usaha-usaha untuk mencegah dan mengurangi akibat terjadinya banjir harus sesegera mungkin dilakukan. Karena banjir yang berkepanjangan akan semakin merugikan banyak pihak, terutama manusia itu sendiri.
Terkait dalam upaya pengendalian banjir, saya sendiri mencoba mengusulkan cara alternatif, yakni dengan penggunaan teknologi pengendali banjir dengan tujuan untuk mengendalikan aliran banjir yang semakin meluas. Alternatif teknologi pengedalian banjir merupakan upaya alternatif terkahir yang dilakukan dalam penanganan masalah banjir setelah sistem perencanaan tata ruang kota, penghijauan, dan reboisasi tidak memberikan dampak yang banyak dalam pengendalian banjir.
Dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK), maka sedikit banyak telah membantu mengatasi permasalahan banjir. Dari sekian banyaknya teknologi pengendali banjir yang ada di dunia ini, Ada beberapa teknologi pengendali banjir yang saya rasa cocok dengan kondisi geografis kota Padang dan mungkin bisa diterapkan untuk mengatasi masalah banjir di kota yang berjuluk kota bengkuang ini. upaya pengendalian banjir melalui pemanfaatan teknologi itu adalah sebagai berikut:
Pertama, dengan membuat lubang resepan biopori. Teknologi ini digunakan untuk kawasan perumahan dan pusat pertokoan/perbelanjaan yang merupakan perubahan tata guna lahan dari areal resepan menjadi kedap air. Teknologi lubang resapan biopori berfungsi untuk mengurangi limpasan air hujan dengan meresapkan lebih banyak volume air ke dalam tanah sehingga mampu meminimalkan kemungkinan terjadinya banjir.
Lubang resapan biopori merupakan salah satu rekayasa teknik konservasi air. Berupa lubang-lubang yang dibuat pada permukaan bumi yang berperan sebagai pintu masuk air hujan yang jatuh ke permukaan bumi.
Kedua ,menggunakan drainase sumur resapan. Teknologi ini memanfaatkan ruang kosong di antara butir-butir tanah di atas permukaan air tanah untuk mengalirkan air hujan hingga ke muka air tanah. Dua syarat minimal yang diperlukan agar sistem sumur resepan bekerja adalah adanya ruang antara dasar sumur dengan muka air tanah dan permeabilitas tanah yang cukup. Teknologi ini cenderung mudah untuk di aplikasikan. Hal pertama yang harus diketahui adalah kedalaman muka air tanah dari permukaan tanah. Hal ini bisa diketahui dari kedalaman sumur di sekitarnya.
Ketiga, sistem sumur injeksi. Teknologi ini telah digunakan oleh pemerintah Jerman untuk mengolah natural resource menjadi lebih berguna. Pada sistem ini air dimanfaatkan sebagai potensi dalam memperbaiki lingkungan, sedangkan pada waduk dan sodden air yang melimpah dialirkan kelaut secara Cuma-Cuma.
Keempat, pemanenan air hujan (rainwater harvesting). Upaya yang satu ini sudah diterapkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu. Konsep pemanenan air hujan adalah penerapan konsep detensi dan retensi, yaitu menahan atau menampung air hujan yang selanjutnya diserapkan ke dalam tanah. Tujuan pemanfaatan kolam detensi dan retensi adalah untuk menurunkan puncak banjir dan memperbaiki kandungan air tanah suatu wilayah.
Selain upaya-upaya pengendalian banjir dengan pemanfaatan teknologi, maka diperlukan pula pengendalian oleh manusia itu sendiri. Berpegangan pada pepatah petitih ‘’alam takambang jadi guru’’, maka keseimbangan antara manusia dengan ekosistem alamlah yang menjadi kunci utama dari segala permasalahan lingkungan. Dengan menjaga dan memelihara alam, maka tidak ada dampak yang merugikan, baik itu untuk alam maupun manusia itu sendiri.
Dengan melakukan hal-hal positif di lingkungan kita, maka kita dapat mambantu dalam mengatasi solusi kerusakan lingkungan termasuk banjir. Misalnya dengan cara memfungsikan sungai dan selokan sebagaimana mestinya. Sungai dan selokan adalah tempat aliran air dan jangan sampai bertransfromasi menjadi tempat sampah. Menanam pohon dan tidak menebang pohon-pohon yang tersisa. Pohon adalah salah satu penopang kehiduoan di suatu kota.
Selain itu, pemerintah diharapkan mengatur tata ruang kota agar sesuai dengan peruntukan ruangnya dan memberikan sanksi yang tegas terhadap pembangunan liar yang menyebabkan penyempitan ruang terbuka hijau dan penyempitan aliran sungai. Ditengah pesatnya pertumbuhan pembangunan dan perekonomian kota Padang, Pemerintah Kota Padang dituntut untuk mampu berinovasi memberikan terobasan-terobasan baru yang berwawasan lingkungan dalam mengawal pembangunan di wilayahnya. ***
AGUNG HERMANSYAH
(Analis Hukum Teknologi dan Informasi Fakultas Hukum Unand, Padang)