Sesuai fungsinya, jam berguna untuk menunjukkan waktu. Demikian pula jam tangan. Kalau orang membeli jam tangan dengan tujuan untuk mengetahui waktu, pasti bisnis jam tangan sudah lama terkubur ditelan zaman yang bergerak cepat memasuki pintu digital atau teknologi informasi.
Sejak kemunculan ponsel, waktu bisa diketahui dengan hanya melihat ponsel. Akan tetapi, bisnis jam tangan masih bertahan sampai sekarang, bahkan prospeknya cukup bagus karena sebenarnya orang membeli jam tangan bukan mengejar fungsi sebagai penunjuk waktu, melainkan sebagai aksesoris, penunjang penampilan, gaya hidup dan pendongkrak gengsi.
Baca Juga : Kolonel TNI Mati Dibunuh Rekan Sendiri Cuma Gara-gara Politik
Itulah alasan Nurzamril, pemilik Toko Jam Harapan di Pasar Raya Barat II No. 26 B, Padang, bertahan melakoni bisnis jam tangan sejak 1990. Saat Haluan mengunjungi toko tersebut pada Jumat (24/6), terlihat beberapa pekerja di toko tersebut melayani servis jam tangan pelanggan.
Bukti bahwa bisnis jam tangan memiliki prospek yang bagus pada zaman internet ini, setiap minggu Nurzamril berbelanja jam tangan kepada grosir dan importir di Jakarta. Pembelian tersebut ia wakilkan kepada orang kepercayaannya di Ibukota, yakni saudaranya. Dengan demikian, ia tidak perlu pergi ke Jakarta untuk berbelanja seperti yang dulu ia lakukan. Keuntungannya, ia hemat biaya dan waktu. Di Padang, ia hanya menunggu barang kiriman yang dipaketkan dari Jakarta.
Baca Juga : Apakah Malaikat akan Meninggal Layaknya Manusia?
Bukti lainnya adalah kedatangan pedagang jam dari berbagai daerah di Sumatra Barat ke Toko Harapan untuk melakukan pembelian dalam partai banyak. Pelanggan Nurzamril bahkan datang dari Sungai Penuh, Jambi.
Meski Nurzamri menjual jam tangan dalam partai besar, namun tokonya bukanlah toko grosir. “Toko saya adalah toko eceran. Tapi saya juga melayani pembelian dalam partai besar, dengan harga seperti di toko grosir,” tuturnya.
Baca Juga : Cegah Korupsi Melalui Simplikasi Jabatan Fungsional
Pertimbangannya membeli jam tangan adalah berdasarkan kebutuhan pasar dan tren jam tangan terbaru. Pertimbagan tersebut ada kaitannya dengan pertimbangan pembeli membeli jam tangan, yakni pertimbangan model, harga, dan merek jam tangan.
“Hal pertama yang dilihat orang saat akan membeli jam tangan adalah model. Kalaupun merek dan kualitasnya bagus, namun modelnya tak menarik menurut pembeli, hasilnya juga tidak bagus. Setelah melihat model, barulah pembeli melihat harga dan merek. Kalau model, harga, dan merek sesuai selera pembeli, jam akan dibelinya,” tutur Nurzamril.
Baca Juga : Belum Bayar Listrik? Yuk Segera Lunasi Agar Liburan Semakin Nyaman
Di toko itu, Nurzamril menjual jam tangan dair harga paling murah, yakni Rp25 ribu, hingga harga mahal, yakni Rp2 juta. Selain menjual jam tangan dengan harga bervariasi, ia juga menjual jam tangan untuk semua umur dan jenis kelamin. Kemudian, jam yang dijualnya dari berbagai merek dan jenis. Untuk zaman sekarang, ada tiga jenis jam yang umumnya dijual di toko jam, yakni jenis otomatis, baterai, dan digital.
Mengenai omzet, Nurzamril menceritakan, omzet toko jam tidak hanya dari penjualan jam, tapi juga dari perbaikan jam dan penjualan suku cadang. Pemasukan bahkan lebih banyak dari perbaikan dan penjualan suku cadang. Oleh karena itu, ia tidak memiliki target penjualan jam tersebut.
“Bisnis jam tidak sama dengan bisnis toko yang menjual barang kebutuhan sehari-hari yang memiliki target barang terjual. Berbisnis jam, yang terpenting adalah, kami memiliki barang kalau orang yang bertanya,” katanya mengungkapkan.
Mengenai kerusakan, penyebab utama jam rusak adalah karena terjatuh dan masuk air. Perbaikannya pun tergantung kerusakan. Ada kalangan baterainya diganti, ada juga talinya yang diganti, ada juga suku cadangnya tak bisa diganti.
Perjalanan Nurzamril sebagai pedagang jam dimulai saat ia bekerja di toko jam milik pamannya sebelum tahun 1990. Ia belajar memperbaiki jam dari pamannya. Setelah itu, ia membuka toko jam sendiri dengan modal dari keluarganya.
“Keluarga saya adalah keluarga pedagang jam. Ayah saya adalah pedagang jam keliling ke kampung-kampung. Saat saya membuka toko jam, beliau pension berjualan dan mendampingi saya berjualan dan memperbaiki jam di toko,” ujar Nurzamril.
Selain menjual jam tangan, Nurzamril juga menjual jam dinding dan kalkulator. Di kedainya yang sederhana, saban hari ia melayani konsumen dengan dibantu beberapa orang anak buah. Ia yakin bisnis jam tangan tetap bertahan walaupun zaman berubah dan semakin modern karena jam tangan dibutuhkan orang sebagai aksoris, bukan sekadar penunjuk waktu. (*)
Laporan: HOLY ADIB