Setiap kali hujan lebat dalam durasi lama, maka Kota Padang dipastikan akan kebanjiran. Tak tanggung-tanggung, banjir menyebabkan aktivitas di ibu kota provinsi ini, lumpuh. Tak ada akses jalan terutama di pusat kota yang bisa dilewati. Semuanya direndam banjir.
“Banjir Kamis (16/6) lalu, seluruh kecamatan direndam banjir. Sembilan kecamatan diantara mengalami dampak cukup parah, kecuali Kuranji dan Pauh. Karena itu, kita tetapkan Padang darurat banjir,” kata Kepala BPBD Padang, Rudy Rinaldy.
Baca Juga : Kolonel TNI Mati Dibunuh Rekan Sendiri Cuma Gara-gara Politik
Peristiwa berulang ini sepertinya belum bisa diatasi Pemko Padang. Banyak pihak menyebut, banjir itu disebabkan drainase kota yang jelek. Karena sejumlah ruas jalan utama, drainasenya banyak tersumbat.
Setali tiga uang dengan pemukiman. Komplek perumahan yang dibangun pengembang, juga minim drainase. Jika pun ada, ukurannya sangat mini. Sebagian lainnya, tak terawat, penuh sampah dan terjadi pendangkalan.
Baca Juga : Apakah Malaikat akan Meninggal Layaknya Manusia?
Drainase Tersumbat
Hal itu tak dibantah Rita, warga Kompleks PGRI Gunung Pangilun, Padang. Saat hujan lebat Kamis (16/6) lalu, rumahnya kebanjiran. Karena rumahnya lumayan tinggi, maka air yang masuk hanya sejengkal. Di jalanan komplek, air sudah mencapai lutut orang dewasa.
Baca Juga : Cegah Korupsi Melalui Simplikasi Jabatan Fungsional
“Drainase tak mampu menampung air hujan sehingga meluber ke jalan dan memasuki rumah warga,” katanya.
Menurutnya, jalanan komplek itu memiliki drainase pada setiap sisinya. Dulu, biasanya warga selalu beriuran dan gotong royong membersihkan drainase. Namun belakangan ini, aktivitas itu sudah jarang dilakukan.
Baca Juga : Belum Bayar Listrik? Yuk Segera Lunasi Agar Liburan Semakin Nyaman
Dari pantauan Haluan, pada beberapa titik tebing bandar itu sudah runtuh dan materialnya masuk ke aliran air. Akibatnya terjadi pendangkalan. Rumput juga mulai tumbuh. Ditambah lagi sampah yang dibuang ke selokan.
Hal senada disampaikan warga Kompleks PGRI lainnya, Eva Suryani. Lebih parah lagi, Eva selalu kebanjiran setiap hujan lebat. Tinggi air dalam rumah mencapai 50 cm. Diduga drainase jalan dekat rumahnya tersumbat oleh material pekerjaan pembangunan gedung Kejaksaan Negeri Padang beberapa waktu lalu.
“Sekarang, kami rutin dilanda banjir. Hal ini disebabkan drainase tersumbat diduga akibat material bangunan yang masuk aliran air,” katanya.
Masalah ini, lanjutnya, sudah disampaikan warga ke pihak kejaksaan. Namun pihak kejaksaan minta laporan resmi warga ke Pemko Padang yang tembusannya ditujukan ke Kejaksaan Negeri Padang.
Bandar Sangat Kecil
Derita serupa dialami warga sejumlah kompleks perumahan di Kecamatan Koto Tangah. Banjir Kamis (16/6), bukan musibah pertama bagi mereka. Pada 24 Maret lalu, warga juga kebanjiran.
“Kalau banjir Maret lalu, ketinggian air mencapai 2 meter. Sedangkan banjir 16 Juni, tinggi air sekitar satu meter,” kata Indra Sakti Nauli, warga Kompleks Perumahan Adinegoro Indah, Kelurahan Batang Kabuang Gantiang, Koto Tangah.
Tah hanya Kompleks Perumahan Adinegoro yang banjir, tetapi kompleks bersebelahan seperti Perumahan Bunda, Taman Bunga, Kharismatama dan lainnya juga banjir. Penyebab utama banjir karena curah hujan tinggi, sementara bandar di kompleks perumahan itu kecil.
“Ditambah pula saluran pembuangan akhir tidak permanen, dangkal dan ditumbuhi semak. Saluran pembuangan akhir di jembatan kereta api sebelum Pasar Lubuk Buaya, Simpang Kalumpang, perlu dinormalisasi,” pintanya.
Bagi Indra, kesedihan tidak saja karena barang-barang di kediamannya rusak berat. Tetapi juga karena PAUD/TK Islam Smart di Perumahan Cendana Mata Air, Kecamatan Lubuk Begalung yang dikelolanya, juga terkena banjir.
“Gedung TK juga kebanjiran. Seluruh dokumen pendidikan, barang-barang dan alat kebutuhan murid TK habis terendam. Ketinggian air kurang lebih satu meter,” katanya.
Meski demikian, ke depan dia berharap, Pemko Padang serius menangani masalah banjir ini. Perbaikan riol dan pengerukan muara sungai harus jadi prioritas.
“Untuk apa trotoar cantik, kalau saluran pembuangannya jelek,” kata Indra.
Bukan Sekedar Musibah
Lain lagi cerita Warga Kompleks Kuala Nyiur II, Pasie Nan Tigo, Koto Tangah. Sepanjang 20 tahun terakhir, kawasan itu tak pernah dilanda banjir. Pertama kali banjir menyapa warga setempat 23 Maret lalu dan disusul Kamis (16/6).
“Sebelumnya, meski curah hujan cukup tinggi tetapi tidak sampai merendam rumah masyarakat,” sebut warga setempat, Nasrul Azwar.
Ketinggian air di rumah warga saat banjir Maret, mencapai 75 cm. Kala itu, nyaris semua rumah dimasuki air.
Di kompleks itu ada bandar yang mengalir membelah sejumlah komplek pemukiman warga, seperti Kompleks Kuala Nyiur II, Singgalang, Jihad, Permata Biru, dan Palapa. Bandar selebar 2 meter dengan kedalaman 1 meter, adalah satu-satunya tempat bermuaranya air hujan.
“Banjir yang terjadi memang masif, tetapi bukan berarti “dipasrahkan” sebagai musibah dan cobaan,” ujar Nasrul Azwar.
Pemko Tidak Serius
Menurut Nasrul, banjir ini terjadi merupakan ketidakseriusan pemerintah dalam membenahi saluran air, daerah aliran sungai, dan makin berkurangnya resapan air di Kota Padang karena terdesak pengembangan pemukiman. Drainase yang ada kian tak terurus.
Malah, ada drainase dan riol diperbaiki tapi saat hujan lokasi itu menjadi banjir. Ini bisa lihat di Jalan Veteran, Padang. Sebelumnya, tak pernah banjir saat hujan turun. Tapi setelah diperbaki, malah kawasan itu menjadi banjir.
“Sebabnya, saluran drainase dan riol diperkecil. Saya tak mengerti mengapa saluran itu diperkecil sesuai dengan lebar batu cetakan saat membangun,” ujar Nasrul Azwar.
Selanjutnya masalah izin bagi pengembang. Pemko Padang mengeluarkan izin sepertinya tidak mempertimbangkan dampak negatifnya sepertinya hilangnya resapan air, lahan produktif yang dijadikan pemukiman, dan seterusnya.
“Kami minta Pemko melakukan kaji ulang dan mengevaluasi izin-izin yang diberikan. Pemko juga harus tegas terhadap pengembang untuk menyediakan drainase standar,” katanya.
Selanjutnya, tambah Nasrul, masyarakat juga harus diberi kesadaran terkait dengan pembuangan sampah di saluran air.
Selain itu, Pemko juga harus mengakolasikan anggaran yang cukup untuk penggalian dan pelebaran muara sungai. Ada banyak muara sungai di Padang ini yang tak pernah dikeruk dan diperlebar.
“Contohnya, sungai yang tak jauh dari Simpang Kalumpang, Lubuk Buaya. Daerah aliran sungai itu sudah menyempit dan akan meluap jika hujan turun di hulunya. Hal ini menyebabkan banjir di kiri kanan aliran sungai. Ini harus dibersihkan,” tandasnya.
Segera Normalisasi
Harapan yang sama disampaikan Indra Sakti Nauli, agar Pemko Padang benar-benar serius menangani banjir ini. Jangan sampai terulang kali. Cukup banyak kerugian harta benda yang harus ditanggung masyarakat akibat banjir itu.
“Bandar yang tersumbat atau rusak, saluran pembuangan akhir yang tidak permanen, dangkal dan ditumbuhi semak, harus diperbaiki segera,” ujar Indra.
Sebelumnya, Pemko sudah berjanji untuk menyegerakan normalisasi saluran itu. Tapi sampai sekarang ceritanya hilang dibawa angin. Hendaknya itu jadi prioritas Pemko ke depan. “Kalau tidak, kami tetap marasai ketika curah hujan tinggi,” ujarnya. (h/*)
Laporan: DEVI/HUDA