Jauh hari, Bank Indonesia sudah mengingatkan masyarakat untuk mewaspadai peredaran uang palsu saat Ramadan dan Lebaran. Kepala Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Barat Puji Atmoko mengatakan potensi peredaran uang palsu sangat tinggi saat Lebaran, karena kebutuhan uang tunai yang juga tinggi.
Memang terbukti, dari tersangka yang ditangkap dalam kasus sabu-sabu di Kelurahan Kampung Tanjung, Kecamatan Lubuk Begalung, Padang, polisi menemukan uang kertas palsu pecahan Rp50 ribu dengan total nilai Rp23.750.000 dengan bungkus bertuliskan Bank Mandiri.
Diduga ada lagi uang palsu yang lain yang siap diedarkan oleh penjahat yang lainnya. Pelaku kejahatan ini akan memanfaatkan setiap kesempatan dan peluang. Mereka jelas tak takut berdosa. Yang penting bagi penjahat ini bagaimana mendapatkan uang.
Karena itu, masyarakat harus selalu waspada terhadap peredaran uang palsu ini. Kita tentunya tidak ingin ada warga yang menjadi korban peredaran uang paslu. Apalagi warga yang perekonomiannya tergolong lemah atau miskin.
Sebelumnya, BI menemukan uang palsu tidak hanya diedarkan dengan pecahan besar Rp100.000 atau Rp50.000, namun juga dipalsukan dalam bentuk pecahan kecil, agar tidak dicurigai masyarakat.
Puji mengajak masyarakat untuk tetap teliti mengenali uang palsu dengan metode 3D, dilihat, diraba, dan diterawang. Karena metode itu masih cukup ampuh untuk mengenali keaslian uang.
Jika selama ini kehati-hatian terhadap pecahan besar, sekarang juga harus memperhatikan uang pecahan kecil. Kapolda Sumbar Brigjen Pol Drs Basarudin melalui Kabid Humas Polda Sumbar, AKBP Syamsi juga mengingatkan masyarakat waspada ketika bertransaksi dan menukarkan uangnya.
Bukan hanya ketika bertransaksi di bank, masyarakat juga perlu sadar bahwa uang palsu yang beredar bahkan ketika mereka juga berbelanja di pusat keramaian. Ini yang selama ini luput dari perhatian masyarakat sendiri. Mantan Wadir Lantas Polda Sumbar ini mengatakan bahwa tahun 2015 lalu pihaknya mengungkap peredaran uang palsu sebanyak 86 lembar di Kabupaten Dharmasraya.
Polda Sumbar sendiri selalu berkoordinasi dengan pihak bank yang ada di Sumatera Barat dalam pengawasan dan peredaran uang.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartatiý mengatakan, dari tahun ke tahun, peredaran uang palsu terus meningkat. Hal tersebut menimbulkan keprihatinan karena merugikan masyarakat. Untuk menghindari meluasnya peredaran uang palsu, Bank Indonesia perlu memperbanyak lokasi penukaran uang.
Enny menduga, peredaran uang palsu lebih banyak di daerah-daerah terpencil, karena para pengedar memanfaatkan minimnya pengetahuan masyarakat akan perbedaan uang palsu dan uang asli. Selain itu, fasilitas pendeteksi uang palsu di daerah juga masih terbatas.
Kita berharap Bank Indonesia tidak bosan-bosannya mensosialisaikan tentang cirri-ciri uang palsu ini kepada berbagai kalangan masyarakat. Tidak hanya orang dewasa, namun pengetahuan mengenai uang ini harus dikenalkan kepada para pelajar sekolah dasar.
Dengan meningkatkan kewaspadaan, ruang gerak pelaku kejahatan uang palsu ini akan tertutup. Semoga saja tidak ada lagi masyarakat Sumbar yang menjadi korban peredaran uang palsu ini. ***