Kita seringkali melihat tawuran dan beragam kekerasan yang terjadi pada anak-anak kita. Baik sebagai korban maupun pelakunya. Apa penyebabnya, tentu ini pertanyaan yang menggelisahkan kita. Barangkali rasa cinta kita terhadap anak di keluarga semakin berkurang atau cinta kita tidak pernah kita wujudkan di keluarga dengan melakukan tindakan-tindakan berbentuk cinta dalam pendidikan anak kita.
Ada anak yang tanpa merasa bersalah melukai temannya, ada juga bahkan yang melakukan kekerasan seksual, ada yang menjadi pencuri dan beragam kenakalan lainnya. Kalau ditelusuri lebih jauh mereka adalah anak-anak yang memiliki materi yang cukup tapi karena kondisi lingkungan dan minimnya perhatian keluarga membuat mereka menjadi anak-anak yang liar.
Baca Juga : Prabowo dan Habib Rizieq
Beberapa bulan yang lalu kakak ipar penulis menceritakan kisah seorang anak sekolah dasar yang merokok dan mengajak anak-anak lainnya untuk bersamanya, anak yang tidak mau merokok akan dijauhi dan dikucilkan. Bahkan, ada juga yang dipukul akhirnya merokok juga karena takut dengan kawannya. Beragam aksi premanisme yang dilakukan anak juga semakin marak. Penulis menduga ada yang keliru dalam keluarga. Rasa cinta perlu dihadirkan selain kurangnya peran keluarga dalam mendidik anaknya. Seberapa bagus dan hebat sekolah bukanlah garansi atau jaminan bagi kita untuk melepaskan tanggungjawab mendidik kita. Perlu disadari 80 persen waktu anak-anak kita sebenarnya ada dalam keluarga dan lingkungan tetangga bukan di sekolah. Sehingga, kita harus sadar betul bahwa seberapa sibukpun keluarga
Optimalisasi Peran Keluarga dan Cinta Terhadap Anak
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (4): Selamat Tinggal Tahun Kelam
Menurut BKKBN (1999) keluarga adalah dua orang atau lebih yang dibentuk berdasarkan ikatan perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spritual dan materil yang layak, bertakwa kepada Tuhan, memiliki hubungan yang selaras dan seimbang antara anggota keluarga dan masyarakat serta lingkungannya. Sementara itu, menurut Sayyid Qutub dalam fi zilal al-quran, keluarga merupakan mesin incubator (alat atau tempat yang mendukung pertumbuhan sesuatu) bersifat alamiah yang berfungsi melindungi, memelihara, dan mengembangkan jasmani serta akal anak-anak yang sedang tumbuh. Dibawah naungan keluarga, rasa cinta, kasih sayang dan solidaritas saling berpadu. Dalam keluargalah individu menusia akan membangun perwatakanya yag has seumur hidup.
Berpijak dari definisi tersebut, terbukalah pikiran kita bahwa begitu pentingnya peran keluarga dalam pendidikan anak. Hari ini kita bisa melihat ada beragam kenakalan dan penyimpangan yang dilakukan oleh anak. Secara umum, keluarga memiliki beberapa fungsi diantaranya, fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan pemeliharaan lingkungan.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun (2): Kita Sungguh Perlu Bersatu
Nah, kita bisa melihat dari fungsi-fungsi itu. Apakah keluarga kita sudah optimal dalam menjalankan fungsi-fungsi yang ada. Kalau mau jujur kita belum maksimal atau optimal dalam memerankannya utamanya dalam masalah sosial dan mendidik anak. Kita terlalu sibuk dengan pekerjaan dan bisnis-bisnis yang dimilki hingga kita lupa menjalankan apa yang sudah diamanahkan Tuhan kepada kita yaitu anak.
Percayalah, anak sangat merindukan kehadiran keluarga yang menjalankan fungsi-fungsinya bukan hanya sekedar tanggungjawab materi. Nah, kalau kita sudah sadar apa yang harus kita lakukan untuk melakukan optimalisasi peran. Menurut hemat penulis paling tidak ada beberapa hal yang harus kita lakukan dalam rangka upaya optimalisasi tersebut. Pertama, mau tahu dengan apa yang dilakukan oleh anak-anak kita. Kita harus tahu dengan apa yang dilakukan oleh anak-anak kita seharian seberapa sibuk pun kita. Mengapa hanya dengan rasa ingin tahu yang kuat kita bisa memulai dari mana. Kita harus tahu dengan siapa anak kita bergaul dan bagaimana di sekolahnya. Tidak ada salahnya kita memilah dan memilihkan teman untuk anak kita barangkali lewat temannya itulah kita bisa mendidik anak kita karena ada sebagian anak yang membutuhkan perantara orang lain untuk tumbuhkembangnya.
Baca Juga : Catatan Akhir Tahun(1) : Ekonomi Menyedihkan
Kedua, menanamkan nilai-nilai kebaikan atau sikap yang baik. Kalau masalah kecerdasan intelektual mugkin kita bisa mempercayakan sebagiannya ke sekolah tapi urusan sikap yang baik seperti kejujuran, kesopanan, rasa tanggungjawab itu adalah peran keluarga. Nilai-nilai ini harus ditanamkan jika hal ini berhasil ditanamkan penulis yakin anak-anak kita memiliki karakter yang kuat. Tentu orangtua harus menjadi contoh atau teladan dalam hal ini dengan meminimalis janji-janji yang tidak realistis untuk ditepati kepada anak. Berusaha sekeras mungkin untuk menyatukan kata dan perbuatan.
Ketiga, mendidik dan menyampaikan segalanya dengan penuh rasa cinta. Brian Terrisi seorang psikolog Amerika mengungkapkan ada empat cara untuk menyampaikan rasa cinta kepada anak yaitu, pertama berikan cinta sepenuhnya. Cinta yang tulus tidak bertolak ukur ia adalah pemberian yang paling berharga yang layak didapatkan oleh setiap anak. Jangan pernah kita memberikan cinta karena ingin sesuatu itu tandanya kita belum mencintai anak. Jadilah orangtua yang mau mentranformasikan cintanya tanpa berharap imbalan seperti membelikan buku dan mengeleskan anak berharap anak jadi juara. Itu berarti kita masih berharap imbalan. Kedua, berilah ciuman, dekapan dan belaian. Jarang orangtua yang menyadari pentingnya dekapan, ciuman dan belaian mereka kepada anak-anak. Menurut hemat penulis, mengapa diluar sana banyak anak yang tawuran, ringan tangan dan beragam bentuk kekerasan lainnya. Penulis hanya memprediksi barangkali ini karena minimnya dekapan dan ciuman yang dilakukan oleh keluarga dalam aspek pendidikan anak. Cobalah hal sederhana ini.
Ketiga, tatapan mata, sayangnya ketika orangtua menatap mata anaknya hanya karena marah kepadanya. Jarang antara ayah dan anak saling bertatap mata dengan penuh rasa cinta dan penuh kekaguman. Tatapan mata disini dimaksud adalah tatapan mata penuh cinta dan kekaguman akan prestasi-prestasi anak. Keempat, perhatian khusus. Kita mungkin lupa bahwa anak kita butuh perhatian. Ada banyak masalah dalam hidup dan kehidupan mereka. Sudah saatnya kita hadir jangan sampai kemudian orang lain pula yang hadir pada saat anak kita menghadapi problem atau masalah. Belajarlah untuk memberikan perhatian khusus kepada anak jangan biarkan juga anak curhat kepada orang lain.
Nah, mari bersama kita optimalkan peran kita sebagai orangtua atau keluarga. Semoga kita bersama-sama bisa memahami bahwa keluarga tidak hanya sekedar memberikan materi kepada anak tapi punya fungsi lain yang sangat penting yaitu mendidiknya menjadi orang yang sukses tidak hanya di dunia tapi di akhirat. Amin. ***
RAJA DACHRONI
(Pendiri Komunitas Keluarga Asmara (KKA))