Secara subtansi, peraturan perundang-undangan tentang narkotika di Indonesia sudah berjalan cukup baik. Namun, ada persoalan yang patut menjadi perhatian bersama, yakni kultur penegakan hukum.
Hukum bisa dilihat dari dari tiga aspek, yakni substansi, perangkat, dan kultur. Dari subtansi dan perangkat, UU khusus narkotika sudah cukup. Sekarang tinggal kulturnya. Sebab, semakin digalakkan pencegahan, tetapi penggunaan narkotika semakin banyak. Ini yang masih bermasalah.
Dalam perjalanannya, pemberantasan narkoba terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan dari waktu ke waktu. Turunan narkotika terus berkembang dan diciptakan oleh pengedar untuk menghindari jeratan hukum.
Aparat penegak hukum Indonesia sempat pernah dibuat bingung oleh keberadaan narkoba jenis katinona. Secara medis, katinona memiliki struktur kimia dan efek mirip amfetamin, yang memilki efek samping berbahaya.
Di Indonesia, katinona masuk sebagai narkotika golongan I dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Metilon sebagai derivat katinona secara eksplisit memang belum tercantum dalam UU Narkotika. Sebab, waktu UU itu disusun, zat sintetis itu belum dibuat.
Kejaksaan sebagai penuntut umum sempat tidak mau melanjutkan penyidikan yang dilalukan BNN dengan alasan katinona itu belum masuk daftar narkoba, padahal merupakan ekstrak dari narkoba.
Dengan memperhatikan perkembangan narkotika yang kian pesat, memang lebih baik kejahatan narkotika diatur dalam UU khusus. Jika akhirnya kejahatan narkotika masuk dalam KUHP, maka yang harus diperhatikan adalah hal-hal yang bersifat umum saja.
Hal ini pernah dipaparkan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul. Menurutnya, kalau dari pertama dilarang, maka turunannya juga harus tetap dilarang. Mengenai hukumannya, apa maksimalnya? Hukuman narkotika paling berat hukuman mati. Apakah hukuman mati sejalan dengan kategori hukuman di KUHP. Ini yang harus disesuaikan.
Dari sisi pengantisipasiannya, pihak keamanan juga terus menggalakkan operasi pemberantasan peredaran dan penyalahgunaan narkoba, serta melakukan tindakan penegakan hukum secara tegas kepada pelaku pembuat dan pengedar barang terlarang itu.
Operasi pemberantasan narkoba itu dilakukan di tempat-tempat hiburan malam, penginapan, dan sejumlah tempat lainnya yang diduga sebagai lokasi pembuatan, penyimpanan, pengedaran, dan pemakaian narkoba.Bagi masyarakat yang terjaring dalam operasi itu, tentu akan diproses hukum sesuai dengan ketentuan.
Yang tergolong sebagai pengedar narkoba akan diupayakan sanksi hukum seberat-beratnya, sedangkan yang tergolong korban penyalahgunaan narkoba akan dilakukan proses rehabilitasi.
Bagi masyarakat yang ingin difasilitasi ke pusat rehabilitasi penyalahgunaan narkoba tersebut tidak perlu ragu dan takut untuk menghubungi petugas BNN provinsi ini.
Pecandu narkoba yang dengan kesadaran sendiri untuk melepaskan diri dari kecanduan dan pengaruh narkoba akan direhabilitasi hingga sembuh tanpa dikenakanbiaya dan tidak akan diproses secara hukum seperti yang diterapkan kepada masyarakat yang ditangkap dalam suatu operasi pemberantasan narkoba. (*)