Di Indonesia, sejumlah nama kepala daerah berkibar dan begitu harum si seantero negeri. Tak ada yang tak tahu mungkin dengan nama-nama beken seperti Tri Rismaharini (Wako Surabaya, Jatim), Ridwan Kamil (Wako Bandung, Jabar), Nurdin Abdullah (Bupati Bantaeng, Sulsel), Basuki Tjahaja Purnama (Gubernur DKI) . Mereka digadang-gadang berbuat untuk daerahnya dan memang terbukti.
Dari berbagai media yang memaparkan keberhasilannya, tak sedikit dari mereka yang digadang-gadang punya prestasi baik itu menghadapi tantangan untuk menyukseskan programnya. Mereka terkesan mendobrak kelaziman yang sebelumnya hanya “dinikmati” segelintir orang, demi kepentingan masyarakat banyak.
Lalu, apakah Sumbar punya kepala daerah seperti itu? Kami meyakini ada. Salah satunya yang kini cukup menonjol setelah Walikota Padang Mahyeldi Ansharullah adalah Walikota Bukittinggi, Ramlan Nurmatias. Pada Pilkada serentak tahun lalu, Ramlan melenggang ke arena tanpa sokongan partai. Bersama pasangannya, ia maju dengan bekal sebagai calon independen.
Perlahan, ia mulai berbuat. Satu persatu persoalan yang menggelayut di Bukittinggi selama ini terasa begitu berat untuk diselesaikan, mulai diurainya. Yang sempat teramati adalah jalan di bawah fly over yang ditumpuki oleh pedagang. Akibatnya, jalan tersendat dan akhirnya bisa dibereskan. Itu sepertinya jadi langkah awal.
Teranyar, adalah sukses Ramlan bersama jajarannya membereskan persoalan Aur Kuning. Sentra perdagangan terbesar di Sumatera bagian tengah itu rasanya seperti benang yang kusutnya, sekusut-kusutnya. Jika di Jakarta ada Tanah Abang, maka Aur Kuning, adalah Tanah Abangnya Bukittinggi dengan sekelumit persoalan yang nyaris sama.
Tapi, bagaimana wajah Aur Kuning, plus terminalnya saat ini? Seberkas mukjizat seperti sudah turun ke Bukittinggi. Wajah terminal plus pusat perdagangan grosir terbesar di Sumatera bagian tengah itu kini sudah tertata baik. Pasti ada yang jadi korban? Tentu. Korbannya adalah orang-orang yang selama ini terlanjur enak menikmati ketidakteraturan itu.
Berhasil mengurai kusut yang sekusut-kusutnya itu tentu tak hanya terurai dalam satu atau dua hari saja. Dan dalam proses “pembersihan” itu, seperti yang telah disebut di atas, tentunya Ramlan mendapat hadangan yang tak sedikit. Tapi ia tak gentar. Rencananya untuk berbuat bagi tanah kelahirannya tak surut setapak pun kendati dihadapkan dengan sejumlah hadangan
Wakil Ketua Komisi VII DPR-RI H Mulyadi-pun ikut memberikan apresiasi kepada Ramlan. Ia beranggapan, tindakan cepat dan tegas baru dua bulan menjabat, sudah dapat membebaskan jalan angkot ke dalam terminal dan sebagian areal terminal yang selama ini “dikuasai” para preman dengan membuka ratusan lapak PKL yang dipungut Rp3 juta /bulan, sangat brilian.
Sudah selayaknya para kepala daerah demikian. Siap untuk tidak populer, demi orang banyak. Tak lagi bermodalkan gusuk-gusuk punggung berharap belas kasian warga untuk dipilih kembali. Tak lagi bermodalkan gendong bayi warga, lalu dijepret, masuk di medsos dengan harapan simpati. Kini, zamannya, kepala daerah yang berbuat. (*)