Kehadiran “gerakan relawan” dalam pola politik Indonesia dimulai era terpilihnya Jokowi-JK sebagai presiden dan wakil presiden, 9 Juli 2014. Gerakan relawan menjadi kekuatan yang memobilisasi “partisipasi publik” untuk turun tangan mengalahkan partai politik sebagai jembatan penghubung aspirasi rakyat dengan pemerintah.
Fenomena gerakan relawan pada politik Indonesia masih tergolong baru, tetapi di Amerika Serikat kejadian ini sudah lama. Kajian menarik tentang ini pernah ditulis Ericssen, Kompas, “Teman Ahok dan Amerikanisasi Politik Indonesia” (21/06). Ericssen menjelaskan fenomena Teman Ahok adalah suatu model gerakan yang memiliki kesamaan dengan melakukan mobilisasi partisipasi publik yang terjadi di Amerika Serikat.
Seperti yang dijelaskan Ericssen di Amerika Serikat gerakan relawan yang mendukung salah satu kandidat bernama Political Action Commite (PAC) dan Super PAC. Yang membedakan dua gerakan relawan ini adalah PAC membatasi dananya 5000 dolar Amerika Serikat sedangkan Super PAC tidak pernah membatasi dana yang disumbangkan pihak luar kepada Tim Relawan ini.
Menariknya pada pilpres 2016 Hillary Clinton menggunakan Tim Super PAC untuk menggalang dukungan dengan nama “ Priorities USA Action”. Gerakan relawan negeri Paman Sam memberikan warna tersendiri terhadap kemunculan kandidat sebelum pemilu. Tetapi, Amerika Serikat gerakan relawannya berkejasama dengan partai politik (parpol) untuk memenangkan calon yang mereka usung bersama-sama, sedangkan Teman Ahok awalnya menolak dan terakhir setelah mencarikan satu juta KTP, relawan ini sudah mulai terbuka dengan partai politik (parpol). Gerakan relawan adalah model baruk kemunculan kandidat dalam bursa pemilu dengan mempopulerkan isu “ independen” sebagai strategi menarik simpati publik.
Selanjutnya kolom, Dimas Oky Nugroho, Kompas, “ Suara Rakyat , Media Sosial dan News Politics”. Penjelasan Nugroho yang menjelaskan tentang gerakan media sosial dalam sistem politik Indonesia berhubungan dengan kemunculan Teman Ahok. Nurgroho yang merujuk situs Wearesocial.com, sekitar 259 juta jumlah populasi rakyat Indonesia terdapat 88 juta warga yang menggunakan internet (34 persen). Dari 88 juta manusia tersebut 79 juta adalah pengguna media sosial (medsos). Jadi, populasi penduduk republik ini yang menggunakan medosos dalam kehidupan sehari-hari cukup tinggi.
Medsos menjadi kekuatan yang menggerakan anak-anak muda seperti Teman Ahok untuk terlibat dalam politik padahal awalnya anti dengan parpol dan aktivitas politik praktis. Gerakan relawan menjadikan mobilisasi partisipasi publik yang tidak mengamanatkan kepentingan kepada partai tetapi kepada relawan. Anggapan gerakan ini independen dengan bersih dari sumbangan pengusaha yang memiliki kepentingan terhadap menangnya kandidat yang diusung relawan sulit terajadi. Karena, gerakan relawan niscaya tidak hanya menggunakan dana yang terbatas dari sumbangan yang diberikan publik. Sama halnya kita membedakan gerakan relawan PAC dan Super PAC. Teman Ahok menurut saya masih mengalami perdebatan karena disisi independennya gerakan ini juga muncul isu tentang sumbangan 30 miliar dari pihak tertentu.
Sesuatu yang paling menarik adalah tentang aturan yang diberikan kepada aktivitas Teman Ahok. Gerakan ini muncul sebelum adanya masa kampanye kandidat yang bertarung pada Pilkada DKI Jakarta 2017. Berarti sudah ada upaya pembentukan brending yang baik kepada Ahok sebelum proses kampanye dimulai. Aturan yang betul-betul kuat tentang ini belum kita temukan dari KPU. Yang jelas gerakan relawan menjadi inovasi demokrasi dalam memunculkan kandidat tanpa bergantung dengan parpol.
Kejadian di Indonesia parpol yang merapat ke Teman Ahok terkesan bukan hanya menyerahnya parpol terhadap relawan tetapi juga balas dendam politik. Saya akan mengurai satu persatu, pertama, Nasdem, partai yang di pimpin Surya Paloh (SP) ini selain mahir membaca momentum politik seperti langkahnya menjadi aktor utama yang mendukung Jokowi-JK. Dukungannya kepada Ahok adalah investasi SP dan partainya untuk masa depan bahwasanya tetap menjadi bagian pemenang. Selain itu keputusan SP secara tegas bersama Ahok karena ia membaca Partai Golkar sewaktu di pimpin Aburizal Bakrie (ARB) mendukung calon lain untuk DKI Jakarta, makanya SP berjuang mati-matian melalui media yang dimilikinya demi kemenangan Ahok. Selain masalah masa lalu ini juga mempertahankan bisnis.
Kedua, Hanura, pilihan partai yang dipimpin Wiranto ini untuk tegas mendukung Ahok. Wiranto sadar Ahok punya masa lalu dengan Prabowo waktu satu partai. Menjadi pendukung Ahok, wiranto tunjukan kalau Ahok sekarang bersamanya bukan lagi dengan prabowo. Dendam 1998 bisa jadi menjadi beban yang selalu dimanfaatkan sesuai dengan momentum politik yang bisa diambil. Bahasa Ahok tidak akan mengecewakan Wiranto bukti Ahok ingin mencari tuan yang baru setelah meninggalkan Gerindra.
Ketiga, Golkar, tranformasi keberpihakan beringin tua ini yang sebelumnya oposisi sekarang merapat keistana setelah Setya Novanto (SN) menggantikan ARB sebagai orang nomor satu di partai ini. Keputusan SN mendukung Ahok pada pilkada DKI Jakarta 2017 terjadi perbedaan pendapat antara ARB dan SN yang akhirnya saat ARB tak mendengarkan Akbar Tandjung (AT) sebagai ketua dewan pembina partai saat kepengurusannya dalam memutuskan calon presiden dan wakil presiden 2014. Akhirnya, ARB harus siap tak didengarkan SN dalam memutuskan mendukung Ahok untuk Pilkada DKI Jakarta.
Pilkada Kota Padang 2019
Fenomena Teman Ahok yang terjadi di DKI Jakarta merupakan proses lanjutan kehadiran Jokowi yang terpilih menjadi Presiden ke-7 Indonesia. Apakah fenomena ini bisa ditarik kedaerah dengan kehadiran gerakan relawan yang menghasilkan gubernur/bupati/walikota yang mobiliasasinya diramaikan anak-anak muda.
Pada kota Padang saya membaca gerakan “Kopi Dindiang” sebagai mobiliasi yang menarik simpati publik dengan upaya solidaritas belanja satu maka bayar dua. Maka, dengan memberikan setengah uang tadi diberikan kepada orang yang tidak mampu membeli makanan di warung. Jadi, ada subsidi silang yang diberikan oleh orang yang berezki lebih kepada orang yang kurang mampu dengan mencatatakan makanan yang telah mereka bayarkan pada kertas dan menempelkan pada dinding, dan orang yang tidak memiliki yang menggunakan kertas itu untuk membeli makanan Lapau Ongga.
Pola gerakan” Kopi Dindiang” yang digagas Miko Kamal (MK) sudah menyebar dengan menarik anak-anak muda hadir ke Lapau Ongga yang berada di Jalan Pasar Mudiak No. 47, Padang. Selain itu MK juga melakukan hal yang sama dengan menjual baju dengan label “Kopi Dindiang” yang hasilnya digunakan untuk membantu orang-orang yang kurang mampu.
MK telah membaca destinasi politik masa depan yang cukup cemerlang, dengan banyaknya anak-anak muda yang suka nongrong (hangout). Menggunakan ini sebagai suatu gerakan sosial yang menarik anak-anak muda terlibat, MK telah menanam modal sosial yang nantinya bisa ia jadikan sebagai komoditas politik.
Pilkada Kota Padang 2019 nanti menjadikan MK memiliki posisi tawar untuk diperhitungkan partai atau pasangan lain untuk menjadi calon wakil walikota. Bahkan dengan kuatnya gerakan ini MK bisa tampil menjadi calon Walikota Padang. Tetapi, kuat dugaan saya pilkada Kota Padang MK dilirik Mahyeldi untuk menjadi calon wakilnya karena Emzalmi tentunya akan maju sebagai calon wali kota. Semoga MK bisa belajar dengan gerakan PAC, Super PAC atau Teman Ahok jika ingin diperhitungkan menjelang proses bursa calon Wali Kota Padang ditetapkan KPU. (***)
ARIFKI
(Pengamat Politik)