ANKARA, HALUAN — Otoritas Turki melakukan penangkapan massal usai percobaan kudeta di negeri itu. Sebanyak 7.850 personel polisi di seluruh Turki dipecat, 103 jenderal dan laksamana ditahan. Langkah Turki ini menimbulkan keprihatinan para pejabat Uni Eropa.
Sebelumnya, sebanyak 6.000 anggota militer, aparat kehakiman dan berbagai institusi negara ditangkap menyusul bentrokan di Istanbul dan Ankara yang menewaskan setidaknya 290 orang.
Baca Juga : Wah! Joe Biden Tempatkan Batu Bulan di Ruang Oval Gedung Putih
Dari semua tersangka yang ditangkap ini, tak kurang dari 100 orang yang diyakini terkait dengan kudeta yang terjadi pada Jumat pekan lalu itu.
Militer Turki melakukan percobaan penggulingan kekuasaan pekan lalu. Tentara menutup jembatan Bosphorus, sejumlah tank ditempatkan di bandara Ataturk dan militer merebut sejumlah kantor media massa.
Baca Juga : Pemerintah AS akan Sidangkan Tiga Terduga Pelaku Bom Bali dan Hotel JW Marriot
Namun, upaya kudeta itu gagal setelah warga kota Istanbul, Ankara dan lain-lain turun ke jalan memenuhi seruan sang presiden yang saat itu beribur di sebuah kota wisata Laut Tengah.
Uni Eropa Prihatin
Baca Juga : Ngeri! PM Inggris Sebut 'Mutan' Baru Corona Lebih Mematikan!
Langkah Turki melakukan penangkapan massal ini menimbulkan keprihatinan para pejabat Uni Eropa. Komisioner Uni Eropa Johannes Hahn mengatakan, dirinya mendapat kesan bahwa pemerintah Turki telah menyiapkan daftar orang-orang yang akan ditangkap, termasuk para hakim, bahkan sebelum kudeta terjadi.
“Kelihatannya sesuatu telah dipersiapkan. Daftar itu sudah ada, yang mengindikasikan daftar itu telah disiapkan dan akan digunakan pada tahap tertentu,” tutur Hahn seperti dilansir kantor berita Reuters, Senin (18/7/2016). “Saya sangat prihatin. Ini persis apa yang kami takutkan,” imbuhnya.
Baca Juga : Usai Lengser, Trump Disebut Hidup dalam Ketakutan
Senada dengan itu, Menteri Luar Negeri Belgia Didier Reynder mengatakan dirinya juga prihatin akan penangkapan para hakim. Reynder juga merisaukan niat Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk menerapkan kembali hukuman mati bagi para pelaku kudeta. “Itu akan mendatangkan masalah bagi hubungan Turki dengan Uni Eropa,” cetusnya.
Turki menghapuskan hukuman mati pada tahun 2004 dalam reformasi yang dimaksudkan untuk mendapatkan keanggotaan Uni Eropa.
Penerapan kembali hukuman mati, tentunya akan menimbulkan masalah lebih lanjut antara Uni Eropa dan Turki. Apalagi saat ini, pembicaraan dengan Uni Eropa mengenai keanggotaan Turki tengah mengalami kemandekan.
Erdogan menuding bekas sekutunya yang kini tinggal di Amerika Serikat, ulama terkenal Fethullah Gulen, sebagai dalang di balik kudeta tersebut. Gulen dituding menyusun ‘struktur paralel’ dalam tubuh pengadilan, kepolisian, militer dan media demi melancarkan kudeta tersebut pada Jumat (15/7) malam.
Dalam pernyataannya, Erdogan menyebut ‘kelompok teror’ yang dipimpin Gulen telah merusak tubuh militer Turki. Sebagian besar personel militer Turki dari berbagai pangkat yang terindikasi mendukung kudeta itu telah ditangkap. Gulen sendiri telah menyangkal tuduhan itu dan balik menuding Erdogan mendalangi upaya kudeta untuk memperluas kekuasaannya.
Operasi pemberantasan pihak-pihak terkait percobaan kudeta merambah hingga ke tubuh kepolisian Turki. Total 7.850 polisi, termasuk polisi berpangkat tinggi, diskorsing dari tugasnya sejak Minggu (17/7) malam. Daftar personel kepolisian yang dijatuhi sanksi telah dikirimkan kepada otoritas kepolisian masing-masing provinsi oleh Kepala Kepolisian Mehmet Celalettin Lekesiz. (h/rtr/kcm)