Pengendalian impor Komoditas pangan kembali memakan korban, yaitu dugaan keterlibatan ketua DPD RI, Irman Gusman, dalam mempengaruhi penentuan kuota impor gula pada 2016. Komisi Pemberantasan Korupsi telah menetapkan Irman sebagai tersangka yang sebelumnya tertangkap tangan dengan bukti uang suap Rp 100 juta.
Penangkapan Irman bersumber dari rezim kebijakan kuota impor komoditas pangan di Indonesia yang bermasalah dari sisi hukum pidana maupun hukum persaingan usaha. Secara pidana, instrumen kebijakan kuota impor berpotensi menyebabkan persekongkolan dalam menentukan pemegang kuota impor.
Baca Juga : Menanti Tuah Hendri Septa Mengembalikan Padang Pusat Bisnis dan Perdagangan
Apa lagi hampir semua komoditas pangan terdapat disparitas harga sangat besar antara harga dalam negeri dengan harga luar negeri. Hal ini memberi insentif bagi calon pemegang kuota untuk menyuap pemangku kebijakan dalam jumlah sangat besar.
Sebagai contoh dalam kasus gula impor, selisih antara patokan harga pembelian oleh Pemerintah dengan harga luar negeri bisa lebih dari dua kali lipat. Harga pokok gula di dalam negeri mencapai sekitar Rp 9 ribu per kilogram, sementara harga swasta domestik sekitar Rp 4.500 dan harga Internasional lebih murah lagi.
Baca Juga : Tidak Ada Tempat untuk Terorisme
Disparitas harga domestik (harga pokok pembelian yang ditetapkan Pemerintah) dan harga internasional yang sangat lebar ditambah buruknya governance, ditandai birokrasi yang tidak transparan dalam penentuan pemegang kuota impor memberi peluang terjadinya praktek korupsi dan bahkan persekongkolan untuk mengendalikan harga komoditas pangan di dalam negeri (kartel).