PADANG, HARIANHALUAN.COM--Beberapa waktu lalu, insiden palarangan anggota DPRD Sumbar memasuki Aloita menjadi perbincangan warga net, bahkan menjadi berita nasional.
Pegiat diving di Sumbar dari Komunitas Minangkabau Diver, menilai persoalan tersebut hanya sebatas komunikasi yang kurang lancar.
Baca Juga : Astaga! Ada Masalah, Pilot Matikan Mesin Boeing 737 MAX Saat Mengudara
Bahkan persoalan tersebut bukan tidak jarang ditemui, sering dan acap kali.
Hal itu ditegaskan anggota Komunitas Minangkabau Driver, Mabruri Tanjung, Sabtu (17/3) di Padang.
Baca Juga : Kapolres Inhu Jebloskan Ratusan Tersangka Narkoba ke Penjara
Dikatakannya, suatu kali, ketika tim Minangkabau Diver membawa tamu dari beberapa negara, seperti China, Singapura, Uzbekistan, Malaysia, Kazakhstan, Jepang, dan Spanyol untuk menikmati spot diving di Sumbar, baik di kawasan Mandeh dan kawasan di wilayah Sumbar.
Mereka pernah dilarang memasuki area perairan dekat pulau. Ia didatangi dengan menggunakan speed-boat oleh pengelola untuk tidak melakukan aktivitas selam di sekitar pulau.
Baca Juga : Ada Truk CPO Terperosok, Jalan Lintas Kinali-Padang Macet
"Ya saya jelaskan, kalau laut bukan kawasan kontrak investor, karena tidak ada dalam aturan seperti itu, bahkan undang-undang pun demikian mengaturnya. Setelah diterangkan mereka pun pergi dan kami pun melakukan aktivitas penyelaman menikmati keindahan bawah laut bersama tamu yang memakai jasa kami," kata Mabruri Tanjung.
Ia menilai, hal-hal seperti ini tentu perlu dijelaskan atau disosialisasikan kepada masyarakat banyak.
Baca Juga : Musibah di Jumat Petang, Empat Rumah Hangus Terbakar
Karena, menurutnya peristiwa ini acap kali terulang, artinya masih ada komunikasi atau informasi terputus, antara masyarakat, pemerintah daerah dan investor.
Sebab, ada kalanya masyarakat tidak mengetahui tentang perjanjian antara pemerintah dengan investor serta pemilik lahan.
Perjanjian dimaksud, menurut sepengetahuan Mabruri, yakni tentang sistem kontrak. Apakah kontrak tersebut murni atau semi, kemudian bentukannya.
Bentukan yang dimaksud ialah model kontrak antara investor, baik Warga Negara Asing (WNA) atau luar Sumbar dengan pemilik lahan dan pemda, karena ada kolaborasi saling terintegrasi.
Misalnya, kontrak antara pemilik lahan dengan pemodal. Kolaborasi kontrak tersebut, terang Mabruri, dimana pemilik lahan melepaskan lahannya kepada investor tapi dengan jangka waktu tertentu.