PADANG, HALUAN – Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau (LKAAM) meminta Pemprov Sumbar bergerak cepat untuk mematenkan pakaian adat Minangkabau. Permintaan ini terkait hebohnya pemakaian suntiang dengan kebaya terbuka dalam Fashion Show Anne Avantie bertajuk "Sekarayu Sriwaderi" di Jakarta Convention Center, 29 Maret lalu.
Ketua LKAAM Sumbar M Sayuti Datuak Rajo menilai, tidak ada gunanya menggugat pakaian adat Minang yang dikreasikan hingga menyalahi kebiasaan adat, selama tidak ada upaya untuk mematenkan pakaian adat dan simbol-simbol Minangkabau lainnya. Sudah saatnya Dinas Kebudayaan Sumbar menyelesaikan pekerjaan rumah tersebut. Sebelumnya, Ketua PKK Sumbar, Nevi Irwan Prayitno berencana melayangkan somasi kepada Anne Avantie.
Baca Juga : Aduh, Pak Tani Ini Ketagihan Nyabu
“Harusnya sudah dilakukan inventarisir. Dipilih mana yang urgen mana yang instrumen. Lalu, yang penting-pentingnya kita patenkan. Kalau tidak dipatenkan apa hak menggungat? Siapa pun bisa menyatakan klaim bahwa pakaian mereka sama dengan pakaian mereka. Jadi, dasar yang kuat itu tidak ada. Ini pekerjaan rumah Dinas Kebudayaan secara khusus, dan Pemprov secara umum. Jangan lalai,” kata Sayuti, Minggu (8/4).
Sayuti menilai, rancanangan busana Anne Avantie bertajuk Sekarayu Sriwaderi dengan artis Sofia Latjuba sebagai modelnya, memang menyertakan penutup seperti suntiang Minang di bagian kepala. Kombinasi antara suntiang tersebut dengan kebaya terbuka sebagai bawahan memang terkesan melecehkan adat dan kebudayaan Minangkabau. “Suntiang itu biasa digunakan orang Minangkabau saat prosesi pernikahan, menjadi anak daro. Itu penutup kepala istimewa di Minangkabau. Pakaian yang menyertainya harus menutup aurat, tidak terbuka. Itu sesuai dengan falsafah kita Adat Basandi Syarak-Syarak Basandi Kitabullah. Jadi, rancangan busana yang dikreasikan itu memang sangat kita sayangkan. Tapi itu kan tidak dipatenkan,” katanya lagi.
Baca Juga : 182 Pekerja Migran Nonprosedural Dipulangkan dari Malaysia
Tidak saja perkara suntiang, lanjutnya, dengan kejadian tersebut seharusnya Dinas Kebudayaan Sumbar segera menginventarisir seluruh pakaian adat Minangkabau. Baik pakaian adat laki-laki dan perempuan. Baik untuk penghulu atau pun datuak di semua nagari. “Luhak Tanah Datar, Luhak Limopuluah Kota, Luhak Agam. Itu saja sudah beda-beda modelnya,” tukasnya.
Busana rancangan Anne Avantie tersebut sebelumnya menuai reaksi cukup keras dari netizen, karena dinilai melecehkan adat Minang lewat suntiang yang dipadankan dengan kebaya terbuka. Komentar yang menyayangkan hasil kreasi itu juga disampaikan Ketua Penasihat Bundo Kanduang Sumbar sekaligus Ketua PKK Sumbar Nevi Irwan Prayitno, yang bahkan berencana melayangkan somasi kepada sang Disainer. “Pakaian tradisi Minangkabau itu pada dasarnya tidak boleh dikreasikan. Apalagi ini disandingkan dengan busana penganting modern. Itu tidak sesuai falsafah adat Minang. Kami rencananya akan layangkan somasi untuk kejadian ini agar jadi pembelajaran,” kata Nevi.
Baca Juga : Pelaku Perampok Bengkel Mobil Tertangkap
Di samping itu, Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Taufik Efendi mengimbau agar siapa pun perancang busana yang ingin mengkreasikan pakaian adat Minangkabau, haruslah mengikuti aturan adat yang berlaku, sehingga tidak menghilangkan unsur keaslian dari pakaian adat itu sendiri. Salah satunya aturannya, sebut Taufik, pakaian hasil kreasi tersebut harus menutup aurat. “Saat ini Pemprov Sumbar tengah gencar melestarikan pakaian tradisi perempuan Minang. Sedikitnya, jumlah pakaian adat yang telah didokumentasikan mencapai 200 pakaian. Sedangkan yang terdata sekitar 400 pakaian,” katanya.
Baca Juga : Diculik KKB, 27 Pelajar Telah Dibebaskan
Dilansir Topsatu.com, Intan Avantie, anak Anne Avantie angkat bicara terkait polemik suntiang yang menyeret nama ibunya. Katanya, hal tak lebih dari sebuah seni. Jika memang ada yang kurang berkenan, silahkan tidak melihatnya saja. “Seni itu kan luas, tanpa batas, keindahan akan ditafsirkan keliru kalau kita melihatnya tidak dengan kacamata seni,”katanya.
Menurutnya, apa yang ditampilkan adalah sebuah kreasi budaya. “Ini adalah sebuah tajuk pergelaran, jadi kami mempertontonkan sebuah kreasi budaya bukan sebuah pakem budaya yang memang harus diimbangi dengan sense of fashion untuk para penikmatnya. Bagaimanapun juga kami hanya pelaku seni, tujuan kami membalut wanita dengan keindahan lewat kebaya. Namun, pastinya setiap orang punya cara pandang yang berbeda. Kami menghargai hal tersebut,”katanya.
Intan yang juga meneruskan karir ibunya, Anne Avantie menilai reaksi atas pemaduan sunting dengan kebaya hanya rembetan dari pembacaan puisi Ibu Indonesia oleh putri Soekarno, Sukmawati. (h/isq)