HARIAN HALUAN - Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar berhasil mengamankan 3 ekor burung beo mentawai (Gracula Religiosa Batuensis) di kapal ambu-ambu pelabuhan Bungus Padang, Minggu 24 April 2022.
Kepala BKSDA Sumbar Ardhi Andono mengatakan pihaknya mendapat laporan dari petugas Balai Taman Nasional Siberut terkait adanya penyelundupan burung beo melalui kapal penumpang oleh oknum yang memanfaatkan momen mudik lebaran.
"Dari Informasi tersebut petugas WRU BKSDA Sumbar bergerak menuju pelabuhan Angkutan Sungai Dan Penyeberangan (ASDP) Bungus pada dini hari Minggu 24 April 2022," kata Ardi Andono melalui siaran pers, Selasa 26 April 2022.
Ia menjelaskan bahwa sesampai di lokasi, petugas melakukan penyergapan di Kapal Ambu dan mendapatkan 3 ekor burung beo mentawai yang ditinggalkan oleh pelaku yang telah melarikan diri.
"Sebelumnya, pada Sabtu (23/4/2022) petugas BTN Siberut berhasil menggagalkan penyelundupan 5 ekor burung beo mentawai di pelabuhan Simailepet yang hendak dibawa ke Padang melalui Kapal Mentawai Fast," ujarnya.
Menurutnya, burung-burung tersebut berhasil diamankan sebelum kapal berangkat ke Padang, sehingga langsung di lepasliarkan.
Baca Juga: BKSDA Sumbar Selamatkan Ratusan Satwa Dilindungi Sejak Awal Tahun, Ini Rinciannya
"Diketahui, Burung Beo Mentawai termasuk jenis satwa yang dilindungi bedasarkan Permen LHK No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 karena sudah terancam punah," katanya.
Ia menambahkan bahwa tingginya perburuan Beo Mentawai disebabkan suara dan bentuknya yang khas dan unik.
Lebih lanjut, Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada BTN Siberut atas kerjasamanya.
Baca Juga: Tingkatkan Keandalan & Lestarikan Lingkungan, PLN UIW Sumbar Teken PKS dengan BKSDA dan TN Siberut
"Kami mengimbau masyarakat untuk tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakansatwa dilindungi dalam keaadaan hidup atau mati ataupun berupa bagian tubuh, telur dan merusak sarangnya," ujarnya.
Hal tersebut dikatakannya tercantum dalam UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemya dan sanksi hukum yang mengancam pelanggar UU tersebut yakni berupa pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 juta.