HARIAN HALUAN - Puan Maharani menyoroti serius terkait kasus penculikan 12 anak yang terjadi di Bogor beberapa waktu lalu.
Perasaannya terasa hancur saat mendengar kabar adanya anak-anak yang hilang dan ia membayangkan bagaimana perasaan orang tuanya yang jadi korban kekerasaan seksual
“Ini persoalan yang sangat serius buat saya karena anak-anak sebagai generasi penerus bangsa harus mendapat jaminan perlindungan dari segala bentuk kekerasan seksual,” kata Puan.
Baca Juga: Masyarakat Sipil Nilai Puan Maharani Serius dalam Memperjuangkan UU TPKS
Menurutnya, pelaku dapat dijerat dengan dua undang undang sekaligus, yaitu UU Perlindungan anak dan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
"Uji coba implementasi UU TPKS sendiri sudah dimulai saat persidangan kasus pemerkosa santri, Herry Wirawan yang dijatuhi hukuman mati dan membayarkan restitusi pada korban," katanya.
Staf Kedeputian V Kantor Staf Presiden, Erlinda yang juga mantan komisioner KPAI mengatakan pihaknya terus memonitor proses penyelidikan di Kepolisian.
Baca Juga: Pengamat: Elektabilitas Puan Maharani Bisa Meningkat Selama Membela Kepentingan Rakyat
“Apabila diduga nanti pada saat proses penyidikan sudah tahapan 21 ternyata itu tindak pidana kekerasan seksual, nah karena itu harus bisa mengakomodir UU TPKS dan diintegrasikan dengan UU yang sudah ada UU Perlindungan anak dengan sistem peradilan anak,” kata Erlinda.
Kemudian nantinya pelaku bisa dijerat berbagai pasal dalam Undang Undang, hukuman bagi pelaku bisa lebih berat, mulai dari kurungan sampai bahkan kebiri kimia.
Lebih lanjut, UU TPKS juga mengatur adanya restitusi atau ganti rugi kepada korban dan terduga pelaku ini harus memberikan restitusi seperti yang ada di UU TPKS.
Baca Juga: Masyarakat Sipil Kawal Aturan Turunan UU TPKS, Puan Maharani Desak Pemerintah Segera Puan
Saat ini Staf kepresidenan terus berkoordinasi dengan KPPAI dan KPAI juga kepolisian untuk mengetahui perkembangan kasus ini dan mendorong pemerintah daerah untuk membangun Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) karena saat ini, dari 500 lebih kabupaten di seluruh indonesia, hanya separuh yang memiliki UPTD PPA. Padahal UPTD PPA bisa menjadi ruang aman bagi perempuan dan anak.
“Berfungsi sebagai penyelenggara pelayanan terpadu bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi dan masalah lain termasuk kekerasan seksual. Yang kita dorong untuk daerah, UPT sudah ada sayangnya belum terpadu," kata Ketua Indonesia Child Protection Watch