HARIAN HALUAN - “Semua yang telah digariskan oleh konstitusi adalah kewajiban yang tak perlu diobralkan dalam arena perpolitikan, melainkan gagasan besar dan tindakan kekar untuk perwujudan kemajuan negara, kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat Indonesia merupakan sosok pemimpin yang dibutuhkan”
Salah satu fenomena paling menonjol dari demokrasi kita hari ini adalah realitas berkebalikan yang konsenkuensilitasnya untuk mengesankan politikus berpenampilan heroik di muka publik.
Mencuatnya kehadiran para politikus secara dominan yang di kemas seolah-olah peduli dengan nasib bangsa, tetapi tidak pernah diiringi dengan kehadiran pada kebenaran. Kebenaran dalam konteks state nation adalah kebenaran yang bertempat pada Pancasila dan UUD 1945.
Kondisi ini diperkuat dengan institusi politik kita (partai politik kita) yang tidak lagi berfungsi sebagaiman mestinya. Hal ini dibuktikan dengan penurunan kepercayaan publik kepada lembaga negara.
Dari sepuluh lembaga negara yang terdaftar, partai politik menjadi lembaga nomor satu yang masyarakat Indonesia paling tidak percaya.
Partai politik kita hari ini seperti instrumen demokrasi warung kopi, yang hanya bisa menyeruput kopi tetapi tidak memahami instrumen penting didalamnya, bagaimana kopi tercipta, bagaimana kopi diseduh dan bagimana kopi itu disajikan, padahal partai politik adalah nyawa dan roh-nya demokrasi.
Sinkron fluktuatif yang terlihat hari ini adalah bahwa Instrumen demokrasi yang tidak mereformasi dirinya dari semenjak reformasi adalah partai politik.
Dapat penulis akui bahwa hampir semua internal partai politik kita yang merupakan instrumen demokrasi tetapi tidak menerapkan demokrasi didalamnya. Berapa banyak anggota legislasi yang tak mampu menyampaikan ide dan gagasan-nya secara objektif dan independent.
Hal ini mudah sekali untuk dibuktikan sebut saja fenomena legislasi seperti revisi UU KPK dan Omnibus Law hampir tidak memiliki pertarungan ide didalamnya. Wakil-wakil rakyat tidak mampu secara mandiri dan independen menyampaikan apa yang menjadi keresahan konstituennya.
Hal demikian yang membuat masyarakat apatis terhadap politik dan tidak mampu menyadari bahwa partai politik sebagai sebuah cara untuk mendapatkan kesejahteraan.
Partai Nasdem dan Anies Baswedan
Sejak partai politik Nasdem mencalonkan Anies Baswedan sebagai calon presiden Republik Indonesia tahun 2024 di awal Oktober 2022, seketika nuansa politik pecah di seantero bumi pertiwi.
Narasi-narasi politis kemudian bermunculan, pro dan kontra terkait Anies mencalon menjadi presiden begitu riuh bergemuruh dalam keheningan penghayatan kehidupan publik yang begitu rumit.
Meskipun sebelum partai Nasdem deklarasi Anies pada kontestasi 2024, sudah ada partai Gerindra yang mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden (capres) dan menyusul deklarasi Nasdem ada deklarasi PSI dengan mencalonkan Ganjar Pranowo.
Nama deklarasi kedua tokoh (sebelum dan sesudah) deklarasi Anies tidak terlalu menarik perhatian publik untuk diperbincangkan. Mungkin nama Anies, lebih harum ketimbang kedua tokoh tersebut, akan tetapi bukan itu point' pembahasannya. Benar bahwa akhir-akhir ini sampai 2024 kita akan menyaksikan pertarungan politik besar-besaran.