Detik-detik Kudatuli Bungkam Trah Soekarno, Ini Siasat Megawati Akhiri Rezim Orba

- Kamis, 1 Desember 2022 | 13:00 WIB
Pelantikan trah Soekarno, yakni Presiden Megawati setelah Gus Dur lengser (Arsip Foto Kemendikbud, Museum Kepresidenan )
Pelantikan trah Soekarno, yakni Presiden Megawati setelah Gus Dur lengser (Arsip Foto Kemendikbud, Museum Kepresidenan )

HARIANHALUAN.COM - Peristiwa Kerusuhan 27 Juli 1996 atau yang dikenal dengan sebutan Kudatuli, menjadi salah satu catatan kelam rezim orde baru (orba) yang dipimpin Presiden Soeharto. Saat itu, korbannya adalah trah Soekarno, yakni Megawati dan sejumlah pengikut setianya di PDI

Kala itu, Megawati Soekarnoputri menjabat sebagai Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang tidak diakui oleh Soeharto dan antek-anteknya.

Rezim orde baru lebih mengakui kubu PDI yang dipimpin oleh Soerjadi. Rival Megawati itu terpilih setelah menggelar kongres tandingandi Medan pada tahun 1996.

Alhasil, dualisme yang terjadi di dalam internal PDI semakin memanas dan berujung pada kerusuhan yang akhirnya menyudutkan trah Soekarno.

Baca Juga: Megawati Diam-diam Kumpulkan Kepala Daerah Kader PDI-P, Ini yang Dibicarakan?

Baca Juga: Menelisik Sepak Terjang Megawati, Si Pewaris Trah Soekarno di Pusara Krisis Ekonomi

Pada 27 Juli 1996, kubu pendukung Soerjadi mengepung kantor DPP PDI yang beralamat di Jalan Diponegoro, Jakarta.

Setelah kerusuhan tersebut, PDI akhirnya pecah menjadi dua kubu. Pemerintah orde baru tetap dengan keputusannya, mengakui Soerjadi sebagai ketua umum partai berlambang kepala banteng tersebut.

Saat itu, para pendukung Megawati menghadapi dua pilihan, yakni menggunakan hak pilihnya, atau mengalihkan dukungan ke Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Dari polemik itu, munculah slogan Mega Bintang pada Pemilihan Umum (Pemilu) 1997.

Adapun slogan itu bermakna dua, yakni pendukung Megawati mendukung PPP dan melekatkan Megawati dengan Sri Bintang Pamungkas, politikus PPP.

Baca Juga: Pilpres 2024, PPP Tak Mau Gegabah Memilih Capres dan Cawapres: Ini Tidak Mudah

Namun nahas, Sri Bintang Pamungkas saat itu ditahan oleh pemerintah Soeharto atas tuduhan subversif setelah ia mencalonkan diri sebagai presiden.

Kemudian pada 22 Mei 1997, Megawati menggelar konferensi pers di kediamannya. Saat itu, putri Bung Karno ini menyatakan untuk tidak menggunakan hak suara dalam Pemilu.

Halaman:

Editor: Zahrul Darmawan

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Memahami Hukum Ceramah di Sela-sela Salat Tarawih

Jumat, 24 Maret 2023 | 11:10 WIB
X