Dalam artian maklumat lahirnya partai itu, orang menganggap partai politik itu untuk menjadi sekolah keadilan; sekolah kenegarawanan. Namun, ternyata Hatta itu keliru!
Akan tetapi, pada sewaktu dulu, Hatta bermimpi seperti itu maka silakan buat partai politik agar negara ini tumbuh dan menjadi pusat pendidikan kader.
Kemudian, semua itu pun hanya menjadi impian karena setelah 50–70 tahunan setelah itu, partai politik hanya menjadi lahan ternak modal oligarki.
"Nah, yang beginian harus menjadi refleksi Pak Jokowi, misalnya, Pak Jokowi mau lengser seharusnya beliau membikin refleksi bahwa demokrasi kita ...," kata Rocky lagi.
Oleh karena itu, sebetulnya Jokowi itu harus membangun fondasi demokrasi baru, bukan fondasi ibu kota baru.
"Kalau beliau bisa diajak berpikir reflektif maka mustinya dia mampu untuk mendalami dan membayangkan bahwa negara-negara tetangga itu betul-betul maju dalam demokrasi," ujar Rocky.
"Sementara Indonesia hanya disebut sebagai negara demokrasi terbesar itu karena ritual demokrasinya ada, tetapi value demokrasi, imperatif demokrasi itu tak ada," lanjutnya.
Rocky berpandangan lagi bahwa di mana ada demokrasi jikalau pemimpin-pemimpinnya itu ditunjuk oleh presiden, bukan dipilih seperti wali kota, gubernur, dan kepala daerah lainnya yang sekarang mulai bekerja, tapi tanpa legitimasi, memang itu bukan demokratis. (*)
Artikel Terkait
Rocky Gerung Bongkar Curhat Dubes RI Tentang Jokowi: Lebih Gila
Pamor Anies Baswedan Melejit, Rocky Gerung: Bukti Bahwa Parpol Krisis Kaderisasi