Terungkap, Pelaku Bom Bunuh Diri Polsek Astana Anyar Adalah Eks Napiter, Mengapa Bisa Terjadi?

- Kamis, 8 Desember 2022 | 13:21 WIB
Pelaku Bom Bunuh Diri di Polsek Astanaanyar Tercatat Sebagai Warga Batununggal Bandung. (Polsek Astana Anyar)
Pelaku Bom Bunuh Diri di Polsek Astanaanyar Tercatat Sebagai Warga Batununggal Bandung. (Polsek Astana Anyar)

Jakarta, HarianHaluan.com - Kepolisian berhasil mengidentifikasi bahwa pelaku bom bunuh diri di Mapolsek Astana Anyar merupakan mantan narapidana kasus terorisme (Napiter) bernama Agus Sujanto alias Abu Muslim bin Wahid.

"Dari hasil sidik jari dan kemudian juga kita lihat dari face recognition identik menyebut identitas pelaku Agus Sujatno atau Agus Muslim," kata Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo saat meninjau Polsek Astana Anyar, Bandung, Rabu siang.

Diberitakan, pelaku merupakan eks napiter yang ditangkap terkait kasus bom panci yang meledak di Cicendo, Bandung pada Februari 2017 silam. Dia kemudian ditangkap pada Maret 2017 dan dijebloskan ke Lapas Pasir Putih, Nusakambangan.

Baca Juga: Catatan Hitam Bom Bunuh Diri di Indonesia

"Yang bersangkutan pernah ditangkap karena peristiwa bom Cicendo dan dihukum 4 tahun, di bulan September atau Oktober 2021 bebas," tutur Kapolri.

Lebih lanjut, Listyo mengatakan, Agus termasuk mantan napi yang sulit dilakukan deradikalisasi sehingga statusnya masih "merah".

"Yang bersangkutan ini sebelumnya ditahan di LP Nusakambangan. Artinya dalam tanda kutip masuk kelompok masih merah. Maka proses deradikalisasi perlu teknik dan taktik berbeda karena yang bersangkutan masih susah diajak bicara, cenderung menghindar, walaupun sudah melaksanakan aktivitas," ujar Listyo.

Baca Juga: Kunjungi Korban Bom Polsek Astana Anyar, Kapolri Sampaikan Hal Ini

Terkait hal ini, dilansir dari pemberitaan BBC Indonesia berdasarkan temuan sebuah lembaga independent yang terlibat penanganan masalah terorisme diperkirakan sebanyak 10% dari narapidana teroris yang sudah dibebaskan di Indonesia, kembali melakukan atau mendukung aksi kekerasan.

Salah-satu faktor penyebabnya, pemerintah dianggap tidak memiliki mekanisme untuk memaksa napi terorisme mengikuti program deradikalisasi selama di penjara atau setelah bebas.

Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menyebut tantangan terbesar yang mereka hadapi dalam menjalankan program deradikalisasi adalah koordinasi dan kolaborasi berbagai pihak terkait.

Editor: Alfitra

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X