HARIANHALUAN.COM - Datuak Maringgih menjadi sosok yang dikenal dengan arogansinya untuk memaksa kehendak sendiri, melalui ancaman dan modal yang dia miliki.
Penggambaran Datuak Maringgih sebagai sosok rentenir yang menjerat keluarga Sitti Nurbaya, perempuan ikonik di Sumatera Barat (Sumbar) itu ada di dalam karya sastra Marah Rusli.
Di dalam novel itu, Datuak Maringgih diceritakan sebagai orang tua Minangkabau (Sumbar) yang berusaha menjerat cinta Siti Nurbaya apabila keluarganya tidak bisa melunasi hutang serta sosok yang doyan berpoligami.
Dalam perkembangannya hingga sekarang, sosok Datuk Maringgih yang seperti itu, melekat dalam kepala generasi-generasi penerus saat ini.
Baca Juga: Andre Rosiade Cup, Turnamen Basket Antar-SMA se-Sumbar Berhadiah Puluhan Juta
Padahal, dalam karya novel Marah Rusli khususnya tiga bab terakhir, menyajikan sosok lain dari peran Datuak Maringgih di Sumbar.
Dalam tiga bab terakhir tersebut, menggambarkan bagaimana kisah Datuak Maringgih dalam melakukan pemberontakan terhadap kebijakan pajak perseorangan (belasting) yang diterapkan Belanda.
Bab ketiga novel Sitti Nurbaya itu menempatkan pertentangan antara Syamsul Bahri dan Datuak Maringgih dalam penerapan sistem pajak perseorangan (belasting) buah dari ambisi modernitas Belanda.
Dalam sebuah jurnal Suluk yang berjudul “Sejarah Pemberontakan Dalam Tiga Bab: Modernitas, Belasting, dan Kolonialisme Dalam Sitti Nurbaya,” menyebutkan bahwa Sitti Nurbaya, Samsul Bahri dan Arifin adalah manifestasi dari perubahan orientasi, bahasa dan kurikulum dalam megaproyek modernitas di Eropa.
Baca Juga: Miris! 3 Siswa SD Cabuli Bocah TK
Mereka adalah nama-nama Arab-Islam yang digambarkan sebagai sosok melayu modern dan ditempatkan pemerintah kolonial sebagai birokrat, bentuk stratifikasi sosial baru melalui jalur pendidikan.
Perlu diingat, Samsul Bahri, Arifin, Bakhtiar dan Sitti Nurbaya merupakan orang-orang yang pernah mencicipi pendidikan eropa karena status aristokrat dan saudagar.
Sedangkan Sutan Mahmud dan Sutan Pamuncak adalah sosok yang direkrut oleh Belanda melalui garis keturunan bangsawan di Padang.
Meskipun direkrut melalui jalur yang berbeda, pemikiran dan cara pandang dari Sutan Mahmud dan Sutan Pamuncak juga dirubah oleh kolonial Belanda.
Artikel Terkait
Songket Pandai Sikek, Warisan Budaya Bersulam Emas dari Minangkabau
Deretan Kearifan Budaya Lokal Minangkabau, Nomor 4 Terkenal Hingga Luar Negeri
Melihat Peradaban Demokrasi Minangkabau, Sudah Ada Sejak Masa Prasejarah Neolitik-Megalitik
Keripik Khas Minangkabau, Oleh-oleh Nikmat Jika Berkunjung Ke Sumbar
4 Permainan Tradisional Khas Minangkabau yang Sudah Jarang Dimainkan Anak-anak
Luar Biasa! Ternyata Ini Filosofi di Balik Megahnya Rumah Gadang Minangkabau