Mengenal Padang Japang Sumbar, Saksi Sejarah Perundingan Nasib Indonesia Antara PDRI dan Natsir

- Senin, 30 Januari 2023 | 15:47 WIB
Cagar Budaya Tugu PDRI Padang Japang Sumbar
Cagar Budaya Tugu PDRI Padang Japang Sumbar

HARIANHALUAN.COM - Padang Japang merupakan sebuah daerah di Sumbar yang menjadi tempat bersejarah pertemuan antara pimpinan PDRI yakni Sjafruddin Prawiranegara dan Mohammad Natsir.

Pertemuan di Padang Japang antara pimpinan PDRI dengan utusan Presiden Sukarno itu merupakan salah satu penentu dalam sejarah mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Padang Japang sendiri adalah sebuah Jorong yang terdapat di Nagari Tujuah Koto Talago, Kecamatan Guguak, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumbar.

Baca Juga: Bagaimana Hukum Weton Jodoh dalam Pandangan Islam? Apakah Sekutukan Allah SWT, Ini Penjelasannya

Dilansir harianhaluan.com dari buku yang berjudul Dari Panggung Sejarah Bangsa: Belajar dari Tokoh dan Peristiwa karangan Lukman Hakim, terdapat bagian yang menceritakan perundingan Padang Japang.

Perundingan Padang Japang tersebut terjadi setelah terbentuknya kesepakatan antara Indonesia dan Belanda yang disebut dengan perundingan Roem-Royen.

Dalam perundingan Roem-Royen itu menyepakati bahwa pihak Belanda akan menyerahkan kembali Yogyakarta dan melepaskan tahanan politik saat itu, seperti Soekarno-Hatta.

Baca Juga: Ini Jurus BNPB Tangkal Cuaca Ekstrem Usai Banjir dan Longsor di Manado

Namun, pihak PDRI saat itu yang menjadi pemerintahan yang sah pasca agresi militer Belanda yang berhasil menduduki Yogyakarta dan menangkap soekarno-Hatta merasa tidak dilibatkan.

Sehingga protes keras dilayangkan oleh pimpinan PDRI yakni Sjafruddin Prawiranegara dan Jendral Sudirman yang menjabat sebagai Panglima Besar Angkatan Perang PDRI.

“Dia berani berbicara, seolah-olah tidak ada PDRI, padahal PDRI-lah pada waktu itu satu-satunya pemerintah yang sah,” tulis Syafrudin.

Baca Juga: Sering Dianggap Ganggu Tampilan Konten, Ternyata Ini 3 Manfaat Memiliki Watermark di Video TikTok Kamu!

Sedangkan Jendral Sudirman saat itu merasa marah dan tersinggung dengan istilah “pengikut Republik yang bersenjata” yang ada dalam pernyataan Roem-Royen.

Panglima Besar tersebut merasa bahwa istilah itu seolah-olah menganggap bahwa Angkatan Perang RI hanya sebagai gerombolan bersenjata.

Halaman:

Editor: Erizky Bagus Z

Sumber: Berbagai Sumber

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X