Prabowo Subianto Siap 'Lawan' Anies Baswedan, Jual Program Lanjutan Jokowi Ini Jika Terpilih Presiden

HARIANHALUAN.COM -- Prabowo Subianto siap lawan Anies Baswedan dalam Pilpres 2024. Dukungan kepada Prabowo menjadi Bacapres 2024 disampaikan langsung oleh Sekretaris Jenderal atau Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani.

Dukungan kepada Prabowo Subianto menjadi Bacapres 2024 tersebut disampaikan pada rangkaian acara hari jadi Partai Gerindra ke-15 yang diselenggarakan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah.

Ahamad Muzani menyampaikan bahwa salah satu tujuan Partai Gerindra menjadikan Prabowo Subianto menjadi Bakal Calon Presiden atau Bacapres adalah untuk menjalankan amanat dari Pasal 33 UUD 1945. 

Baca Juga: Bantah Dalangi Bom Bunuh Diri di Masjid, Taliban Pakistan: Itu Pelanggaran, Tidak Sesuai Konstitusi Kita...

Karena menurut Sekjen Gerindra tersebut kekayaan yang ada dalam bumi bumi indonesia harus dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.

Yang mana Gerindra sendiri ingin kekayaan Indonesia yang ada di Kalimantan, Sumatera, Sulawesi, Jawa sampai dengan Papua dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat Indonesia.

Karena alasan-alasan itulah mengapa Partai Gerindra menginginkan Prabowo maju menjadi presiden 2024.

"Karena tujuan kekuasaan yang hendak kami raih nanti hanya satu maksudnya, (yakni) membuat rakyat Indonesia tersenyum menatap masa depannya," ujar Ahmad Muzani.

Baca Juga: Anies Baswedan Siap Melenggang Jadi Bacapres 2024: Telah Memenuhi Syarat Presidential Threshold Minimal 20%

Selain itu Sekjen Gerindra tersebut juga menuturkan apabila pada tahun 2024 Prabowo diberikan kesempatan memimpin Indonesia, maka kebijakan pembangunan pada masa kepemimpinan Presiden Jokowi akan dilanjutkan termasuk juga dengan IKN. 

Karena menurut Ahmad Muzani wacana mengenai memindahkan Ibu Kota sudah ada sejak era Bung Karno. 

Dimana saat itu salah satu pahlawan nasional yakni Tjilik Riwut pernah mengutarakan ide kepada Bung Karno mengenai pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan. 

Yang mana pada saat itu Bung Karno menyetujui hal tersebut. Namun karena kondisi dinamika politik pada era tersebut tidak memungkinnkan, maka pembahasan pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan pun tidak berlanjut.