Setahun berselang dalam sebuah turnamen edisi ekstra, tapi masih diakui secara resmi oleh CONMEBOL, Chile mengalami nasib yang sama. Kali ini, mereka harus puas menjadi runner-up di bawah Uruguay.Ketika masuk ke era Copa America, Chile dua kali menjadi runner-up lagi, masing-masing pada tahun 1979 dan 1987. Pada dua edisi tersebut, Chile kalah dari Paraguay dan Uruguay di partai puncak.
Baru pada tahun ini, Chile kembali melangkah ke final. Kali ini, mereka tidak gagal. Setelah mendominasi sepanjang 120 menit, Chile menang 4-1 atas Argentina lewat adu penalti. Kemenangan tersebut membuat Argentina kembali gigit jari. Dalam empat edisi terakhir, termasuk tahun 2015, Argentina tiga kali melaju ke final. Namun, pada tiga kesempatan tersebut, ‘Tim Tango’ selalu kalah.
Sebelum takluk di tangan Chile, Argentina dua kali takluk dari Brasil pada edisi 2004 dan 2007. Sampai saat ini, Argentina adalah kolektor runner-up terbanyak dengan catatan 13 kali menjadi runner-up.
Gelar juara ini disebut Arturo Vidal sebagai titel yang dibutuhkan oleh Chile. “Orang-orang Chile butuh satu kemenangan, suatu hal seindah menjadi juara Copa America, saya pikir merupakan apa yang dibutuhkan negara ini,” kata Vidal di situs resmi Copa America.
Kendati sudah juara, Chile tak lantas puas. Vidal langsung berujar bahwa La Roja akan segera berjuang keras menuju Piala Dunia berikutnya yang akan berlangsung di Rusia. ”Sekarang, kami akan berjuang maksimal untuk Piala Dunia berikutnya. Tapi, hari ini kami mencapai langkah luar biasa dan generasi ini layak mendapatkannya,” ucap gelandang yang dimiliki Juventus itu. Pelatih Argentina, Gerardo Martino, menganggap timnya tak pantas kalah dari Chile di final Copa America 2015. Melihat jalannya laga, Martino menyebut tim Tango harusnya keluar sebagai pemenang.
“Dalam waktu 120 menit, dalam sebuah pertandingan yang sangat berkualitas di mana kedua tim saling meredam, saya pikir tim yang harusnya menang adalah Argentina,” ucap Martino seperti dikutip Reuters.
“Kami punya peluang lewat Nico, Pocho, dan Gonzalo pada akhir laga, yang harusnya mengubah hasil akhir pertandingan,” lanjutnya.
Menurut Martino, setelah kegagalan di Copa America tahun ini, Argentina tak membutuhkan perombakan besar di masa mendatang.”Dalam waktu singkat kami menemukan sebuah gaya main dan kami sudah cukup bagus. Namun, masih ada ruang untuk perbaikan,” kata mantan pelatih Barcelona itu. (h/mg-san)