Sawirman: Profesor Helmi, Pahlawan Akademis yang Selalu Menginspirasi

Selamat Jalan Sang Guru, Prof. Helmi 

“Pak Sawirman lagi di mana?” Begitu sapaan ramah yang selalu keluar dari seorang guru besar hebat nan rendah hati, Prof. Helmi, di suatu hari melalui telepon genggam. “Saya lagi di fakultas, Pak Prof.” Begitu saya menjawabnya.

Maksud saya di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas. “Bisa kita bersua sebentar?” Begitu Prof. Helmi melanjutkan sapaan akrab beliau kepada semua orang. “Bisa Prof,” ungkap saya sembari kami sama-sama menuju lokasi yang dijanjikan. Saya kira kami hanya sekadar berdiskusi seperti biasanya.

Beliau memang punya kebiasaan mengispirasi dosen yang lebih muda daripad beliau. Tidak terhitung kalinya kami berdiskusi di kampus, mesjid, atau di kafe sembari minum kopi. Di luar dugaan saya, hari itu ternyata beliau membawakan bingkisan istimewa untuk museum, yaitu Sumatra’s Westkust in Beeld No. 1, terbitan Uitgave, Encyclopaedisch Bureau, Weltevreden tahun 1920; buku Gezichten uit, Nederlandsch-Indie karya Van Levensverzekering terbitan tahun 1907; CD Peta Sumatra versi Belanda (2 buah) cetakan tahun 1891; dan belasan koleksi geraldika dari mancanegara. 

Baca Juga: Lokasi dan Jadwal Penukaran Uang Baru di Sumatera Barat Periode Ramadhan dan Lebaran 2023

“Silakan Anda selamatkan ini. Anda orang yang layak menyelamatkannya,” katanya. Kenangan itu yang selalu terngiang di telinga saya untuk terus melanjutkan perjuangan revitalisasi Museum Nagari di Kabupaten Padang Pariaman. Roh yang sama juga disampaikan oleh banyak penyumbang dari berbagai nagari di Sumatra Barat, termasuk di Kabupaten Bungo (Jambi), dan Kepulauan Mentawai.

Kenangan lain nan juga tak terlupakan dengan mantan Wakil Rektor IV Universitas Andalas ini adalah kala saya menjadi ketua peneliti berjudul The Portrayal of Salafiah Pesantren in West Sumatra and Riau Provinces, Indonesia yang dibiayai oleh Australia Indonesia Research Institute of Human Development (AIRIDH) pada 2011—2012.

Kala itu saya dipercaya sebagai ketua peneliti dari Universitas Andalas, Indonesia, dan Prof. Ismet Fanany sebagai kordinator peneliti dari Deakin University, Australia. 

Melalui kepiawaian kepemimpinan Beliau sebagai Wakil Rektor IV kala itu, saya bersama Greg Barton (penulis Biografi Gus Dur dari Deakin University), James Campbell sebagai Direktur Australia Indonesia Research Institute of Human Development yang juga dari Universitas Deakin, Prof. Yaswirman, dan saya Sawirman dari Universitas Andalas diajak ikut secara bersama mengelilingi beberapa Pesantren (Kitab Kuning) di Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang Panjang, dan Kabupaten Solok Selatan tahun 2012.

Kunjungan itu pula sebagai salah satu pengalaman berharga yang menginspirasi saya untuk mengoleksi sejumlah kitab kunci yang dipakai di sejumlah pesantren tradisi di Sumatra Barat yang berujung pada pendirian Museum dan Pustaka Nagari Dr. Sawirman yang diresmikan oleh Bupati Padang Pariaman, Ali Mukhni, dan Rektor Universitas Andalas, Prof. Werry Darta Taifur, pada 24 Juli 2014.

Masyarakat pesantren menyebut kitab-kitab tersebut dengan kitab-kitab kuning atau kitab-kitab yang ditulis dalam bahasa Arab gundul (tanpa baris), seperti kitab-kitab tafsir, figh, balaghoh.

Selain kitab, setumpuk matan (kitab tipis), seperti matan taqrib, matan jurumiah, matan bina, juga dikumpulkan dalam tipe koleksi filologika museum.

Selain pengembangan ide-ide inovatif dan riset, salah satu topik pembicaraan sang inspirator ini adalah mengenai ide-ide pengembangan museum kala bertemu dengan saya di mana saja. Anehnya, ide-ide brilian yang Beliau sampaikan tidak pernah berulang alih-alih selalu memberikan inspirasi baru. 

Dua minggu terakhir, saya memang tidak bertemu dengan Prof. Helmi di Masjid Nurul Ilmi. Beliau selalu salat berjemaah, terutama Zuhur dan Asar, di Mesjid Universitas Andalas itu.