JAKARTA, HARIANHALUAN.COM - Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbud Ristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi menimbulkan polemik.
Apa isi Permendikbud No 30 tahun 2021?
Permendikbud Ristek ini dinilai sangat progresif dalam hal pencegahan dan penanganan kekerasan seksual yang berperspektif korban, salah satunya karena mengatur soal consent atau persetujuan.
Baca Juga: Permendikbud No 30 Ditolak Muhammadiyah dan PKS, Ini Sebabnya
Menurut pegiat hak asasi manusia (HAM), Nisrina Nadhifah (27), belum ada peraturan yang memiliki aspek pencegahan dan penanganan yang berpihak pada korban.
"Bahkan sangat spesifik ada pasal yang menyebutkan bahwa definisi kekerasan seksual itu adalah ketiadaan consent atau ketiadaan persetujuan dari kedua belah pihak," kata Nisrina dikutip dari Kompas.com, Minggu (14/11/2021).
Baca Juga: Wah, Menag Yaqut Dukung Penuh Permendikbud 30
Tuai kritikan
Meski demikian, Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 itu juga menuai kritik, sebagaimana diberitakan Kompas.com, Jumat (12/11/2021).
Beberapa kalangan ada yang menilai Permendikbud Ristek ini melegalkan seks bebas.
Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan (Diktilitbang) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menilai aturan tersebut berpotensi melegalkan zina.
Menurut, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah Lincolin Arsyad salah satu kecacatan materil ada di Pasal 5 yang memuat consent dalam frasa ”tanpa persetujuan korban”.
“Pasal 5 Permendikbud Ristek No 30 Tahun 2021 menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan,” kata Lincolin.
Lantas, seperti apa isi Pasal 5 Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 yang menuai kritik tersebut?