"Hampir seluruh satuan kerja (Satker) di Dirjen Kebudayaan memiliki risiko dengan bentuk yang berbeda. Oleh karena itu, manajemen risiko yang efektif harus menjadi bagian integral dari seluruh program dan kegiatan," terangnya.
Proses penyusunan manajemen risiko pemerintah menurutnya terdiri dari identifikasi resiko (risk identification); penilaian resiko (risk assessment); penentuan risk response; pemantauan dan pelaporan resiko. Serangkaian proses tersebut bertujuan untuk mengenali faktor risiko yang dapat menghambat pencapaian tujuan pemerintah, yang menyebabkan kerugian, bahkan merusak reputasi pemerintah.
Karyawan yang punya pengalaman kerja dari Banda Aceh, Surabaya, Palangkaraya, palembang, dan Padang ini juga membagi buku yang merangkum berbagai potensi risiko yang dapat terjadi di Dirjen Kebudayaan serta upaya untuk mengatasinya. Buku tersebut menyajikan lampiran yang rinci tentang program dan layanan yang mengandung unsur risiko dan rencana tindak lanjut yang harus dijalankan. Buku tersebut diharapkan memotivasi pembaca untuk memiliki kesadaran akan pentingnya mengelola risiko dalam setiap kegiatan dan dalam kehidupan serta mengetahui cara mengelola risiko, sehingga meminimalkan risiko yang dihadapi.
"Mempelajari manajemen resiko tentunya tidak membuat kita menjadi takut menghadapinya, karena resiko memang akan selalu ada. Namun, yang penting adalah menjadi tahu bagaimana cara menghadapinya," terang Auditor Madya selaku Koordinator Pengawasan Kelompok Jabatan Fungsional Auditor Bidang Pengawasan Instansi Pemerintah Pusat ini. (*)