Indonesia merupakan negara yang memiliki letak geografis di khatulistiwa yang beriklim tropis. Hal ini membuat negara kita memiliki curah hujan dan suhu udara yang tinggi. Akibat dari curah hujan yang tinggi, beberapa ancaman yang dapat terjadi, seperti bencana hidrometeorologi. Bencana hidrometeorologi adalah bencana yang diakibatkan oleh parameter-parameter hidrologi dan meteorologi, seperti banjir, tanah longsor, hujan es, angin puting beliung, kekeringan, dan lain-lain.
Selain itu, Indonesia juga daerah pertemuan 3 lempeng tektonik besar, yaitu lempeng Indo-Australia, lempeng Eurasia, dan lempeng Pasifik. Lempeng Indo-Australia bertabrakan dengan lempeng Eurasia di lepas pantai Sumatera, Jawa, dan Nusa Tenggara. Lempeng Pasifik terjadi di utara Papua dan Maluku Utara. Nah, di sekitar Maluku adalah lokasi tabrakan antara lempeng Eurasia dan Pasifik. Ketika lapisan bumi sudah tidak sanggup menahan, energi tersebut terlepas dan terjadi getaran atau gempa bumi. Selain itu, Indonesia juga dilewati oleh Cincin Api Pasifik atau Lingkaran Api Pasifik yang memiliki lebih dari 500 gunung berapi dan 127 di antaranya bersifat aktif. Hal ini menyebabkan Indonesia banyak mengalami bencana gunung meletus.
Baca Juga: Edi Busti: Agam Wilayah Rawan Bencana, Mitigasi Harus Ditingkatkan
Dari berbagai ancaman tersebut, Indonesia harus memiliki sistem untuk mencegah atau mengurangi risiko akibat bencana alam tersebut.
Pengertian Mitigasi Bencana Alam

Mitigasi bencana merupakan upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko dan dampak yang diakibatkan oleh bencana terhadap masyarakat di kawasan rawan bencana, baik itu bencana alam, bencana ulah manusia, dan gabungan dari keduanya dalam suatu negara atau masyarakat.
Berikut pertimbangan dalam menyusun program mitigasi, khususnya di Indonesia, yaitu:
- Mitigasi bencana harus diintegrasikan dengan proses pembangunan.
- Hal lain yang harus difokuskan adalah pendidikan, pangan, tenaga kerja, perumahan, dan kebutuhan dasar lainnya.
- Saling terhubung dengan kondisi sosial, budaya, dan ekonomi.
- Meningkatkan kapasitas masyarakat untuk membuat keputusan, menolong diri sendiri, dan membangun sendiri.
- Menggunakan sumber daya lokal sesuai prinsip desentralisasi.
- Mempelajari pengembangan konstruksi rumah yang aman bagi golongan masyarakat kurang mampu dan subsidi biaya tambahan dalam membangun rumah.
- Teknik merombak (pola dan struktur) pemukiman.
- Tata guna lahan yang melindungi masyarakat di daerah rentan bencana dan kerugian, baik secara sosial, ekonomi, maupun implikasi politik.
- Mudah dimengerti dan diikuti oleh masyarakat.
Baca Juga: 40 Anggota Pokdarwis Pesisir Selatan Ikuti Pelatihan Mitigasi Bencana di Kawasan Wisata
Jenis Mitigasi Bencana
Tujuan mitigasi bencana adalah mengurangi kerugian pada saat terjadinya bahaya di masa mendatang, mengurangi risiko kematian dan cedera terhadap penduduk, serta mencakup pengurangan kerusakan dan kerugian-kerugian ekonomi yang ditimbulkan terhadap infrastruktur sektor publik. Tujuan mitigasi bencana di Indonesia sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Pasal 1 ayat 6. Mitigasi sendiri dapat dibagi menjadi 2 jenis, yakni mitigasi struktural dan mitigasi non struktural.
- Mitigasi Struktural
Mitigasi struktural merupakan upaya dalam meminimalkan bencana dengan membangun berbagai prasarana fisik menggunakan teknologi.
Contoh dari mitigasi strukturall dengan membuat waduk untuk mencegah banjir, membuat alat pendeteksi aktivitas gunung berapi, menciptakan early warning system untuk memprediksi gelombang tsunami, dan membuat bangunan tahan bencana jika bencana terjadi sewaktu-waktu.
- Mitigasi Nonstruktural
Mitigasi nonstruktural merupakan suatu upaya dalam mengurangi dampak bencana melalui kebijakan dan peraturan.
Artikel Terkait
40 Anggota Pokdarwis Pesisir Selatan Ikuti Pelatihan Mitigasi Bencana di Kawasan Wisata
Belajar dari Kasus Erupsi Semeru, Anis Matta: Indonesia Perlu Bangun Solidaritas Mitigasi Bencana
Edi Busti: Agam Wilayah Rawan Bencana, Mitigasi Harus Ditingkatkan