JAKARTA, HARIANHALUAN.COM - Jelang Pilpres 2024, berbagai lembaga survei merilis hasil pengolahan opini publik terkait nama-nama yang diperkirakan akan muncul sebagai capres. Namun, hasil Survei dari lembaga-lembaga Survei tersebut cukup berbeda. Kenapa ini bisa terjadi?.
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, ada baiknya kita memahami apakah sebenarnya lembaga Survei elektabilitas itu. Menurut Wildan Hakim, Dosen Political Public Relations di Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Al Azhar Indonesia, lembaga Survei lazim ditemui di negara yang menganut sistem demokrasi seperti halnya di Indonesia.
Baca Juga: Survei Menuju 2024: Elektabilitas 4 Partai Melonjak, PDIP Teratas
“Di Indonesia, lembaga Survei lahir seiring diterapkannya pemilihan langsung untuk memilih presiden, kepala daerah, serta anggota parlemen. Lembaga Survei di Indonesia memang identik dengan Survei elektabilitas yakni Survei yang bertujuan mengukur tingkat keterpilihan seseorang dalam sebuah kontestasi bernama Pilpres, Pemilu Kepala Daerah, dan Pemilu Legislatif,” kata Wildan dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga: Survei Elektabilitas, Berikut Nama-nama Capres yang Muncul Bikin Publik Tercengang
Elektabilitas sendiri, lanjut dia, diartikan sebagai tingkat keterpilihan. Melalui Survei elektabilitas, lembaga Survei berupaya memperkirakan berapa persen tingkat keterpilihan seorang tokoh politik maupun sebuah partai politik.
“Persentase yang dihasilkan dari Survei ini bermanfaat sebagai panduan bagi Parpol maupun tim sukses tokoh politik untuk menyusun strategi yang akan dijalankan guna memenangkan kontestasi,” ucap Wildan.
Ketika ditanya mengenai kredibilitas lembaga Survei, Wildan menekankan bahwa masing-masing lembaga Survei pada dasarnya bisa menyelenggarakan Survei sepanjang mereka memiliki dana yang mencukupi.
Pasalnya, dalam menyelenggarakan Survei terdapat banyak ukuran yang perlu diperhatikan, seperti jumlah responden yang dicuplik, cakupan wilayah Survei, hingga metode Survei yang pada akhirnya memengaruhi hasil Survei yang biasanya disampaikan kepada publik.
“Guna menjamin hasil Survei yang bisa dipercaya itulah, lembaga Survei yang ada diharuskan menerapkan standar kerja yang bisa dipertanggungjawabkan. Seluruh lembaga Survei yang dinilai kredibel tergabung dalam wadah bernama Persepi yakni akronim dari Perkumpulan Survei Opini Publik Indonesia,” dia memaparkan.
Wildan pun menyebut, berdasarkan data terakhir, setidaknya ada 38 lembaga Survei yang terverifikasi dan telah tergabung dalam Persepi. Jadi, menurut dia, untuk menilai kredibilitas sebuah lembaga Survei, indikator pertamanya bisa dengan melihat apakah lembaga Survei tersebut tergabung dalam Persepi atau tidak.
Cara kerja lembaga Survei
Wildan menjelaskan bahwa proses kerja lembaga Survei elektabilitas berlangsung secara bertahap dan berjenjang. Bertahap artinya, prosedur Survei yang harus dijalankan oleh lembaga Survei pada saat hendak melakukan Survei ke lapangan.
Sementara berjenjang artinya, melihat banyak orang dari level pusat biasanya di Jakarta hingga ke petugas lapangan. Tahap awal dimulai dari penetapan instrumen Survei. Instrumen ini adalah kuesioner yang berisi sekian daftar pertanyaan yang akan ditanyakan kepada responden. Tahap berikutnya adalah menentukan cakupan lokasi Survei dan jumlah responden yang akan dicuplik.
“Dalam Survei elektabilitas, penentuan jumlah responden per provinsi ini bisa menjadi urusan yang pelik. Biasanya, data awal yang digunakan adalah jumlah Daftar Pemilih Tetap atau DPT. Dari DPT itulah, tim Survei akan menghitung berapa banyak responden yang akan ditargetkan untuk ditemui,” terang Wildan.