“Enam pengusaha tambang batu bara yang terdaftar di Limapuluh Kota, sumuanya tidak berproduksi atau non aktif. Bahkan ada izin usaha batu bara tersebut yang berakhir tahun 2028, dengan luas wilayah KP 1.366 hektare yang dikelola PT.Mutiara Bumi Manggilang, “ungkap Kadis Kehutanan dan Pertambangan Limapuluh Kota, Khalid yang dihubungi, Kamis (2/4) di kantornya.
Dikatakan, nama perusahaan lima lagi usaha tambang batu bara yang non aktif adalah, PT.Dasa Cita Pusaka Prima Payakumbuh, Direktur Ramli Marzuki, lokasi tambang Galugua Kecamatan Kapur IX, dengan luas 184 hektare, tahapan operasi produksi, masa berlaku (2012-2017). Disusul PT.Arda Dinasty Pekanbaru, direktur Darmawati lokasi di Lubuk Alai, luas KP 185 hektare masa berlaku (2010-2017).
Selanjutnya, PT.Asrindo Gita Mandir, direktur A.Wiliam Padang, luas KP 128,6 masa berlaku izin (2010-2036). PT.Tuah Sakato mambangun Nagari, direktur H. Karmani Kamal Padang, lokasi Nagari Sarilamak, Batubalang dan Pilubang, Kecamatan Harau, luas KP 191 hektare, izin (2011-2019). Kemudian PT.Bangun Korin Utama, Direktur Ashanyah Jakarta, lokasi tambang Koto Lamo, Kapur IX, masa berlaku izin (2009-2018).
Tak hanya itu, komoditas tambang timah hitam di Nagari Tanjung Balik, Kecamatan Pangkalan Koto Baru, yang diusahakan PT.Berkat Bhineka Perkasa Pekanbaru, juga non aktif. Sementara luas tambangnya mencapai 104,75 hektare. Puluhan tambang batu kapur, sirtu, tambang batu gunung juga non aktif.
Menurut Khalid dari 50 izin usaha tambang bahan galian C yang terdapat di Kabupaten Limapuluh Kota, juga banyak yang tidak aktif, utamanya yang diusahakan perusahaan berbentuk PT dan CV. “Sayangnya usaha tambang bahan galian C yang sudah mengantongi izin usaha pertambangan itu mayoritas non aktif.
Padahal PAD yang diperoleh dari usaha tersebut cukup tinggi. Bahkan ada satu perusahaan memberikan PAD Rp1 miliar pertahun,”ulasnya.
Sebenarnya, Kabupaten Limapuluh Kota, kaya dengan sumber daya alam (SDA) utamanya berbagai jenis tambang. Tapi belum terkelola dengan baik, akibat investor yang berminat dan sudah memiliki IUP ternyata kurang serius dalam mengelola kekayaan daerah ini. Sehingga tahapan kegiatan dari prusahaan tersebut, masih operasi produksi dan sekarang banyak yang tidak aktif,”jelasnya. (h/zkf)